Kamis, 03 November 2011

Hubungan Antara CO2, pH dan Alkalinitas

Waktu kuis Ocekim kemarin, ada satu soal yang cukup menarik perhatian saya, yaitu bagaimana hubungan antara CO2, pH dan alkalinitas. Disini saya mencoba menguraikan pendapat saya tentang hubungan tersebut. Apabila ada teori atau argumentasi saya yang salah, saya menerima masukan dengan senang hati. Terima kasih.


pH adalah intensitas kondisi asam atau basa dalam suatu perairan. pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam suatu larutan (Julinda, 2011).

Alkalinitas adalah ukuran konsentrasi ion yang dapat bereaksi dengan H+. Satuannya adalah meq. CO2 dalam air laut berbentuk CO2 terlarut, ion HCO3- (Dominan), CO32-, dan OH- (Mulyanto, 2011).

Hubungan CO2 dengan Alkalinitas:
Jika dalam 1 kg air laut mendapatkan tambahan 1 mmol:
1. CO2 → CO2 naik 1 milimole sementara alkalinitas tetap.
Karena dengan masuknya CO2 (sebelum bereaksi dengan air) tidak menambah ion yang bisa bereaksi dengan H+ (CO2 tidak bermuatan).
2. HCO3- → Total CO2 naik 1 milimole dan alkalinitas naik 1 meq.
HCO3- bermuatan -1, menambah jumlah ion yang bisa bereaksi dengan H+.
3. CO32- → Total CO2 naik 1 milimole dan alkalinitas naik 2 meq.
CO32- bermuatan -2, menambah jumlah ion yang bisa bereaksi dengan 2H+.
Dapat disimpulkan bahwa alkalinitas tidak berhubungan langsung dengan CO2, tetapi dengan muatan yang ada dalam molekul CO2 tersebut. Semakin tinggi CO2 nya, maka alkalinitasnya semakin tinggi.

Hubungan antara pH dan CO2:
Di air laut, pH terus bervariasi karena adanya respirasi dan fotosintesis. Saat malam hari, jumlah CO2 naik sebagai hasil proses respirasi. CO2 bebas dilepaskan dan bereaksi dengan air membentuk asam karbonat (yang kemudian direduksi menjadi bikarbonat dan karbonat), membuat temperatur dan pH menjadi lebih rendah.
CO2 + H2O ↔ H2CO3
Sehingga semakin tinggi CO2 pH nya semakin rendah.

Hubungan antara pH dengan alkalinitas:
(Lanjutan hubungan CO2 dengan alkalinitas)
Jika dalam 1 kg air laut mendapatkan tambahan 1 mmol:
4. HCl → Total CO2 tetap dan alkalinitas turun.
Ada penambahan ion yang akan bereaksi dengan HCO3- (ion H+ dari HCl) membentuk H2CO3.
H+ + HCO3- → H2CO3
Bikarbonat Asam karbonat
5. NaOH → Total CO2 tetap, alkalinitas naik.
Disebabkan adanya penambahan ion OH- dari NaOH yang kemudian bereaksi dengan CO2 membentuk senyawa HCO3-.
CO2+OH- → HCO3-
Kedua reaksi diatas tidak mengandung CO2, hanya bersifat asam atau basa.
Untuk pernyataan nomor 4:
Permisalan:
pH H2CO3 pada konsentrasi 0,1 M?
H2CO3 → 2H+ + CO32-
= (0,1)2 (0,1)
= (0,1)2
H+ = 0,01 / 10-2
pH = -log 10-2
= 2
Jadi saat alkalinitas turun, pH naik.
Untuk pernyataan nomor 5:
Permisalan:
pH HCO3- pada konsentrasi 0,1 M?
HCO3- → H+ + CO3-
= (0,1) (0,1)
H+ = 0,1 / 10-1
pH = -log 10
= 1
Saat alkalinitas naik, pH turun.


Dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa pH berpengaruh terhadap CO2 dan alkalinitas, sementara alkalinitas tidak secara langsung berhubungan dengan konsentrasi CO2 di perairan (melihat jumlah muatan pada total CO2). Semakin tinggi CO2, maka pH di perairan semakin rendah, saat pH air turun, alkalinitasnya semakin besar.


Sumber bacaan:
Julinda, Syarifah Hikmah. 2011. Chemical Oceanography: pH and Alkalinity. FPIK-UB
Mulyanto. 2011. Gas-Gas Terlarut dalam Air Laut. FPIK-UB

Air

Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun kubik (330 juta mil³) tersedia di bumi. Jenis – Jenis Air sendiri di bagi menjadi 2 macam (Etnize, 2009).

Dalam bentuk-bentuk ikatan kimia, ada ikatan ion yaitu ikatan dimana satu elemen memberikan elektron pada elemen lainnya yang kemudian diikat oleh gaya elektrostatis (muatan ion), contohnya NaCl (Unsur utama dalam kadar garam/salinitas). Ada pula ikatan kovalen yaitu penggunaan bersama satu pasang elektron dan memiliki ikatan yang lebih kuat daripada ikatan ion (H2O), serta ikatan hidrogen yang mengikat beberapa molekul air membentuk polimer (monohydrol, dihidrol, dan tryhidrol), contohnya air dengan air. Sehingga pada saat kita meminum air terjadi dua ikatan disitu, yaitu ikatan kovalen dan hidrogen (ikatan satu pasang elektron yang digunakan bersama-sama serta ikatan molekul air dengan air itu sendiri).


Pada ikatan hidrogen, salah satu polimer air menghasilkan bentuk tetrahedron. Tetrahedron berupa poligon yang bersisi empat, sisi-sisinya adalah segitiga sama sisi (terlihat seperti segienam karena pinggir-pinggirnya berbentuk segitiga yang mengikat bentuk yang lain). Ikatan hidrogen ini dapat diatasi dengan agitasi termis (thermal agitation) yang menyebabkan air memiliki titik beku dan titik didih yang lebih tinggi dibandingkan senyawa yang serupa seperti H2S, H2Se dan H2Te. Akibatnya adalah pada saat dipanaskan hingga 100⁰ C air tidak menguap seluruhnya dan saat didinginkan hingga 0⁰ C air tidak membeku seluruhnya.

Suhu menentukan perbandingan jumlah polimer dan komposisi polimer menentukan sifat fisika air, menyebabkan air memiliki sifat: hubungan kerapatan – suhu yang aneh, kohesi, serta panas penguapan tinggi (Pada benda lain jika dipanaskan memuai jika didinginkan menyusut. Hg dalam ruangan meskipun logam namun lebih cepat memuai dari
air).


Pembentukan molekul air:

Sifat Fisik dan Kimia Air:


1. Hubungan kerapatan dan Suhu yang Aneh

Pada suhu 4⁰ C, kerapatan/densitasnya menurun karena pembentukan tetrahedron lebih dominan daripada penyusutan molekul-molekul air. Saat didinginkan, molekul air tetap menyusut namum pembentukan tetrahedron tetap terjadi dan menyisakan ruang-ruang kosong yang tidak terisi molekul air dan diisi oleh udara, densitas air menurun. Itulah sebabnya batu yang dilempar ke air tenggelam, es batu padat dilempar ke air akan mengapung.

Danau pada suhu 0⁰ C masih berupa air, setelah titik beku tercapai baru berubah menjadi es. Namun hanya permukaan saja yang membeku, sementara air didalamnya belum karena suhu di udara yang dingin tidak bisa lagi menembus es. Sehingga di daerah 4 musim, organisme-organisme yang berada di perairan tidak mati meskipun terjadi penurunan suhu yang cukup ekstrim.

Pada suhu >4⁰ C air terdiri dari polimer rendah tetapi pemuaian lebih dominan daripada penyusutan sebagai akibat pembentukan polimer rendah ini. Jadi densitas air menurun. Begitu juga dengan pada suhu <4⁰ C densitas air juga menurun (<1). Pada suhu 4⁰ C terjadi kesetimbangan penyusutan dan pemuaian. Volume air dengan massa yang konstan minim, atau dengan kata lain densitas air maksimum pada suhu 4⁰ C, sebesar 1. Suhu yang lebih rendah membuat air jadi lebih berat dan densitas lebih tinggi. Suhu yang lebih tinggi membuat air menjadi lebih ringan dan menurukan densitas. Kegunaan di perairan adalah menyebabkan upwelling. Saat udara dingin menyentuh permukaan air, air yang dibawahnya tetap hangat. Air yang lebih berat akan turun kebawah dan air yang lebih ringan akan naik. Proses yang berlanjut ini akan menyebabkan upwelling. Upwelling biasanya terjadi di 4 musim: saat semi es mencair, angin datang, lalu terjadi pengadukan air. Saat gugur pun terjadi proses upwelling. 2. Adhesi dan kohesi

Adhesi adalah gaya tarik menarik antara molekul zat yang tidak sejenis. Kohesi adalah gaya tarik menarik antara molekul zat yang sejenis. Air bisa merambat naik karena adanya tarik-menarik air dengan dindingnya (adhesi) dan tarik-menarik antara air dengan air atau dinding dengan dinding (kohesi). Pengaruhnya menyebabkan miniskus cembung dan miniskus cekung, kapilaritas, dan tidak berlakunya hukum bejana berhubungan.

Saat miniskus cekung, adhesi lebih besar dari kohesi. Contohnya ikatan air dengan tabung > ikatan molekul air itu sendiri. Miniskus cembung (contohnya raksa), kohesi > adhesi. Ikatan antar molekul raksa > ikatan molekul raksa dengan air. Oleh karena itu termometer yang dipakai saat ini adalah termometer Hg, bukan air. Jika menggunakan termometer air, akan ada air yang tersisa dalam gelas jika air dijadikan termometer. Saat suhu naik air ikut naik, sementara saat suhu turun, ada air yang masih tersisa, akibat adhesi > kohesi tadi. Sementara pada raksa saat suhu naik air ikut naik dan saat suhu turun semua molekul raksa ikut turun akibat gaya tarik menarik antar molekul raksa > dari gaya tarik menarik raksa dengan dindingnya.


Kapilaritas ialah melekatnya zat cair melalui zat sempit. Semakin kecil lubangnya, air yang masuk semakin tinggi. Akibatnya pada air tidak berlaku hukum bejana berhubungan


3. Tegangan Permukaan Air

Kohesi di air meningkat seiring dengan penurunan suhu. Kohesi mempengaruhi tegangan permukaan air dan viskositasnya. Pada tegangan permukaan air, molekul zat cair akan saling tarik menarik secara seimbang diantara sesamanya dengan gaya berbanding lurus dengan massa (m) dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (r) antara pusat massa.

F= m1 x m2 / r2
Dimana :
F = Gaya tarik menarik
m1 x m2 = Massa molekul 1 dan 2
r = jarak antar pusat massa molekul

Jika zat cair bersentuhan dengan udara atau zat lainnya, gaya tarik menarik antara molekul tidak seimbang lagi dan menyebabkan molekul-molekul pada permukaan zat cair melakukan kerja untuk tetap membentuk permukaan zat cair. Kerja ini disebut sebagai tegangan permukaan (σ). σ hanya bekerja pada bidang permukaan dan besarnya sama di semua titik. Pada tegangan permukaan, batas antara air dan udara cukup kuat untuk menyangga benda-benda kecil. Akibat adanya kohesi antar molekul air, benda tertentu tidak bisa menembus permukaan air / memecah air. Contohnya kapal yang tidak tenggelam. Kapal mampu memecah tegangan permukaan air jika dasarnya berbentuk persegi, bukan lonjong di bagian permukaan seperti bentuk dasar kapal pada umumnya.


4. Viskositas

Viskositas merupakan gaya gesekan antara molekul fluida (cair dan gas). Dapat juga diartikan sebagai besarnya daya yang diperlukan untuk memisahkan molekul-molekul zat cair agar dapat dilewati. Pada zat cair, viskositas disebabkan adanya gaya kohesi. Sementara pada zat gas, disebabkan oleh tumbukan antar molekul. Di air laut saat suhu tinggi dan salinitas tinggi, maka viskositasnya pun meningkat.
Kekentalan air yang rendah penting untuk semua makhluk hidup. Berpengaruh terhadap kecepatan tenggelam benda dan gerakan hewan di dalam air. Jika terlalu kental, apapun akan mengapung diatasnya, sehingga membutuhkan gaya yang besar untuk bergerak.


5. Densitas (Kerapatan)

Kerapatan (berat jenis) ditentakan oleh suhu, salinitas, dan tekanan. Maksimum pada suhu 4⁰ C. Garam memiliki suhu yang rendah, dan air penyangga naik turunnya suhu (karena memiliki kalor laten peleburan tertinggi). Air lebih lambat menerima dan melepaskan panas. Sehingga pada siang hari, saat terjadi angin laut, saat daratan menerima panas matahari, energi tersebut lama untuk diterima dan dilepaskan, sehingga densitas / kerapatan air laut pada siang hari menurun. Sebaliknya, saat terjadi angin darat, densitas laut meningkat.

Air memiliki proses penguapan tertinggi diantara cairan yang lain, kisaran suhu air lebih kecil dari udara sehingga dapat melunakkan iklim. Karenanya air merupakan bahan pendingin yang baik karena dapat menyerap sejumlah besar panas, titik didih air tinggi, 100 σ C, sehingga air di permukaan bumi berbentuk cair bukan gas.
Kapasitas pelarutnya tinggi (contoh: gula larut dalam air) yang disebabkan oleh polarisasi molekul air dan ikatan hidrogen(Contoh: NaCl dalam air tereduksi menjadi Na+ dan Cl- karena interaksi antara ion-ion garam dan molekul air maka garam dapat bertahan dalam lautan. Sebagian molekul air mengalami disosiasi menjadi H+ dan OH-.

Bacaan:
Etnize. 2009. Definisi Air.. http://etnize.wordpress.com/2009/07/01/definisi-air/. Diakses pada 3 November 2011 pukul 19.40 WIB

Kamis, 27 Oktober 2011

Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Variasi Iklim di Permukaan Bumi

Definisi Iklim

Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang. Studi tentang iklim dipelajari dalam meteorologi(Wikipedia,2011).

Dalam pengertian lain Trewartha and Horn (1995) mengatakan bahwa iklim merupakan suatu konsep yang abstrak, dimana iklim merupakan komposit dari keadaan cuaca hari ke hari dan elemen-elemen atmosfer di dalam suatu kawasan tertentu dalam jangka waktu yang panjang. Jadi dapat disimpulkan bahwa iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (± minimal 30 tahun) dan meliputi wilayah yang luas. Iklim dapat terbentuk karena adanya:
a. Rotasi dan revolusi bumi sehingga terjadi pergeseran semu harian matahari dan tahunan
b. Perbedaan lintang geografi dan lingkungan fisis. Perbedaan ini menyebabkan timbulnya penyerapan panas matahari oleh bumi sehingga besar pengaruhnya terhadap kehidupan di bumi.

Iklim merupakan kondisi lanjutan dan merupakan kumpulan dari kondisi cuaca yang kemudian disusun dan dihitung dalam bentuk rata-rata kondisi cuaca dalam kurun waktu tertentu (Winarso, 2003)

Iklim didefinisikan sebagai sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya. Iklim merupakan suatu konsep yang abstrak, dimana iklim merupakan komposit dari keadaan cuaca hari ke hari dan elemen-elemen atmosfer di dalam suatu kawasan tertentu dalam jangka waktu yang panjang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (± minimal 30 tahun) dan meliputi wilayah yang luas.

Iklim memiliki variasi di permukaan bumi diantaranya karena kedudukan bumi terhadap matahari, yaitu adanya proses revolusi dan rotasi serta lokasi-lokasi yang terbagi menjadi lintang tempat yang berbeda. Selain itu karena jarak bumi terhadap matahari, distribusi daratan dan lautan, serta ketinggian tempat.


Pembagian Iklim Berdasarkan Kontur Wilayahnya

Menurut keadaan atau fakta sesungguhnya di suatu wilayah muka bumi sebagai hasil pengaruh lingkungan alam yang terdapat di wilayah tersebut. Misalnya, pengaruh lautan, daratan yang luas, relief muka bumi, angin, dan curah hujan.

Iklim fisis dapat dibedakan menjadi iklim laut, iklim darat, iklim dataran tinggi, iklim gunung/pegunungan dan iklim musim (muson).

1. Iklim laut (Maritim)
Iklim laut berada di daerah (1) tropis dan sub tropis; dan (2) daerah sedang. Keadaan iklim di kedua daerah tersebut sangat berbeda.
Ciri iklim laut di daerah tropis dan sub tropis sampai garis lintang 40°, adalah sebagai berikut:
a) Suhu rata-rata tahunan rendah;
b) Amplitudo suhu harian rendah/kecil;
c) Banyak awan, dan
d) Sering hujan lebat disertai badai.
Ciri-ciri iklim laut di daerah sedang, yaitu sebagai berikut:
a) Amplitudo suhu harian dan tahunan kecil;
b) Banyak awan;
c) Banyak hujan di musim dingin dan umumnya hujan rintik-rintik;
d) Pergantian antara musim panas dan dingin terjadi tidak mendadak dan tiba-tiba

2. Iklim Darat (Kontinen)
Iklim darat dibedakan di daerah tropis dan sub tropis, dan di daerah sedang.
Ciri-ciri iklim darat di daerah tropis dan sub tropis sampai lintang 400, yaitu sebagai berikut:
a) Amplitudo suhu harian sangat besar sedang tahunannya kecil; dan
b) Curah hujan sedikit dengan waktu hujan sebentar disertai taufan.
Ciri iklim darat di daerah sedang, yaitu sebagai berikut:
a) Amplitudo suhu tahunan besar;
b) Suhu rata-rata pada musim panas cukup tinggi dan pada musim dingin rendah; dan
c) Curah hujan sangat sedikit dan jatuh pada musim panas.

3. Iklim Dataran Tinggi
Iklim ini terdapat di dataran tinggi dengan ciri-ciri, adalah sebagai berikut:
a) Amplitudo suhu harian dan tahunan besar;
b) Udara kering,
c) Lengas (kelembaban udara) nisbi sangat rendah; dan
d) Jarang turun hujan.

4. Iklim Gunung
Iklim gunung terdapat di dataran tinggi, seperti di Tibet dan Dekan. Ciri-cirinya, yaitu sebagai berikut:
a) Amplitudo suhu lebih kecil dibandingkan iklim dataran tinggi;
b) Terdapat di daerah sedang;
c) Amplitudo suhu harian dan tahunan kecil;
d) Hujan banyak jatuh di lereng bagian depan dan sedikit di daerah bayangan hujan;
e) Kadang banyak turun salju.

5. Iklim Musim (Muson)
Iklim ini terdapat di daerah yang dilalui iklim musim yang berganti setiap setengah tahun. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
a) Setengah tahun bertiup angin laut yang basah dan menimbulkan hujan;
b) Setengah tahun berikutnya bertiup angin barat yang kering dan akan menimbulkan musim kemarau.


Keterkaitan antara Iklim dengan Ketinggian Tempat

Menurut Lakitan (2002), variasi suhu di kepulauan Indonesia tergantung pada ketinggian tempat (altitude/elevasi), suhu udara akan semakin rendah seiring dengan semakin tingginya ketinggian tempat dari permukaan laut. Suhu menurun sekitar 0.6oC setiap 100 meter kenaikan ketinggian tempat. Keberadaan lautan disekitar kepulauan Indonesia ikut berperan dalam menekan gejolak perubahan suhu udara yang mungkin timbul.

Menurut Hidayati (2001) karena Indonesia berada di wilayah tropis maka selisih suhu siang dan suhu malam hari lebih besar dari pada selisih suhu musiman (antara musim kemarau dan musim hujan), sedangkan di daerah sub tropis hingga kutub selisih suhu musim panas dan musim dingin lebih besar dari pada suhu harian. Keadaan suhu yang demikian tersebut membuat para ahli membagi klasifikasi suhu di Indonesia
berdasarkan ketinggian tempat.

Indikator Dataran tinggi Dataran rendah :
- Suhu rendah tinggi
- Tekanan udara rendah tinggi
- Kelembaban tinggi rendah

Iklim ditentukan oleh faktor letak geografis, intensitas cahaya matahari, ketinggian tempat dan letak lintang, serta aliran massa udara. Unsur-unsur iklim terdiri dari suhu, curah hujan, angin, dan kelembapan.

1) Suhu
Suhu mempunyai arti yang penting karena suhu menentukan kecepatan reaksi-reaksi dan kegiatan kimia dalam kehidupan. Perubahan suhu udara pada satu tempat dengan tempat lainnya bergantung pada ketinggian tempat dan letak lintang. Perbedaan suhu karena perbedaan ketinggian jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan perubahan suhu karena perbedaan letak lintang. Semakin tinggi suatu tempat, maka suhu udara semakin rendah. Setiap ketinggian 100 m, suhu berubah sekitar 0,5°C–1°C. Tumbuhan dan hewan sangat bergantung pada suhu. Tumbuhan dan hewan memiliki perbedaan adaptasi terhadap keadaan suhu. Ada tumbuhan dan hewan yang menyukai habitat yang panas dan ada tumbuhan dan hewan yang menyukai habitat yang dingin.

2) Curah Hujan
Air sangat diperlukan oleh tumbuhan dan hewan untuk proses perkembangan dan metabolisme. Ketersediaan air di permukaan bumi menentukan jenis vegetasi. Semakin sedikit air, maka akan semakin banyak tumbuhan berjenis xeromorf (tumbuhan dengan sifat menghambat air), sedangkan untuk daerah yang mempunyai kecukupan air akan memiliki tumbuhan berjenis mesofita (tumbuhan yang membutuhkan kecukupan air). Air yang ada di permukaan bumi berasal dari hujan. Sebaran curah hujan di setiap tempat berbeda-beda. Hujan sepanjang tahun hanya terdapat di beberapa bagian tempat tropis. Semakin jauh dari khatulistiwa, maka curah hujan semakin berkurang.

3) Angin
Angin mempunyai pengaruh langsung terhadap vegetasi, terutama dalam menumbangkan pohon-pohon atau dengan mematahkan dahan-dahan atau bagian lainnya. Angin mempunyai pengaruh yang sama terhadap tanah, biasanya bersifat mengeringkan, atau membawa udara yang lebih basah yang menurunkan transpirasi dan evaporasi, dan menyebabkan turunnya hujan. Udara mempercepat tumbuhan kehilangan air dengan membawa udara yang belum jenuh dengan air sehingga bersentuhan dengan daun-daun dan tunas-tunas yang masihmuda. Secara mekanik angin juga dapat menyebabkan terjadinya erosi tanah dan abrasi vegetasi melalui partikel-partikel yang dibawanya. Dan dari segi fisiologi, dapat mengurangi kecepatan pertumbuhan dengan mengganti udara yang basah dengan udara yang kering, dan akibatnya meningkatkan transpirasi.

4) Kelembapan
Kelembapan udara berbeda-beda karena temperatur di permukaan bumi berbeda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh letak lintang, ketinggian, dan waktu (pagi, siang, dan malam). Semakin ke utara atau ke selatan khatulistiwa, kelembapan udara semakin menurun. Kelembapan merupakan faktor dari curah hujan dan suhu yang menentukan ada atau tidaknya beberapa tumbuhan dan hewan dalam habitat tertentu. Perbedaan unsur-unsur iklim yang telah diterangkan di atas menyebabkan adanya keanekaragaman bioma. Berikut ini biomabioma yang ada di permukaan bumi.

Ketinggian Tempat Permukaan bumi merupakan permukaan yang sangat kasar. Sebagai buktinya ada daerah yang landai dan tinggi/curam. Berdasarkan variasi kekasaran, permukaan daratan digolongkan menjadi tiga:
- Dataran tinggi > 700 m dpl
- Dataran menengah 400 – 700 m dpl
- Dataran rendah < 400 m dpl

Contoh Spesies Karang Hermatifik (Part 1)

Fungia horrida


Taksonomi:
Domain: Eukaryota
Kingdom: Animalia
Subkingdom: Radiata
Infrakingdom: Coelenterata
Phylum: Cnidaria
Subphylum: Anthozoa
Class: Anthozoa
Subclass: Zoantharia
Order: Scleractinia
Suborder: Fungiina
Family: Fungiidae
Genus: Fungia
Specific name: horrida
Scientific name: Fungia horrida (Dana, 1846)
(Zipcodezoo, 2011)




Distribusi : Tersebar di seluruh perairan Indonesia dan sangat umum dijumpai. Tumbuh pada kedalaman 15-25 meter. Pada daerah tropis 30°N - 27°S, 32°E – 137°W.
Karakter : Hidup bebas, secara umum penampilan jenis karang ini terlihat kasar. Koralum relatif tebal dan agak cembung. Septa tidak terlalu rapat dengan gigi kasar dan bentuk dan arahnya tidak beraturan.
Warna : Coklat tidak rata terlihat belang-belang kadang-kadang abu-abu.
Sinonim : Fungia danai. yang mempunyai gigi lebih halus.
(Coremap, 2011)
Penyebaran : Western Central Pacific.
(Cmilitante, 2010)
Gigi septum tidak teratur dan cukup besar, dan di bagian bawah, duri yang memanjang pada setiap costae keempat atau kedelapan. Ini subgenus dari Fungia umumnya memiliki gigi kasar pada septa, meskipun dalam spesies ini ini mungkin tidak begitu terasa. Biasanya ada beberapa lobus pada permukaan atas. Spesies ini sangat mirip dengan Fungia corona meskipun yang terakhir mungkin memiliki garis yang lebih teratur.
Karang adalah lingkaran, sampai dengan 200 mm diameter, dengan lengkungan pusat yang kuat. Septa memiliki gigi tidak teratur besar. Costae sangat tidak adil, dengan duri panjang. Tidak ada lubang antara costae tersebut.
(Worms, 2010)


Platygyra pini


Domain: Eukaryota
Kingdom: Animalia
Subkingdom: Radiata
Infrakingdom: Coelenterata
Phylum: Cnidaria
Subphylum: Anthozoa
Class: Anthozoa
Subclass: Zoantharia
Order: Scleractinia
Suborder: Faviina
Family: Faviidae
Genus: Platygyra
Scientific name: Platygyra pini (Chevalier, 1975)
(Zipcodezoo, 2011)
Distribusi : Tersebar di seluruh perairan Indonesia. Biasanya dijumpai di dekat tubir.
Karakter : Koloni massive kadang encrusting, koralit subcereoid hingga submeandroid dengan dinding relatif tebal. Septa tipis kolumella kecil di tengah.
Warna : Warna hijau, coklat muda kadang kuning tua.
Sinonim : Hati-hati kadang-kadang keliru dengan Goniastrea. Platygyra tidak mempunyai pali.
(Coremap, 2011)


Distribusi: Ditemukan di seluruh Australia., di Indo-Pasifik Barat, Laut Merah ke Madagaskar, Mesir ke Indonesia, Jepang ke Kaledonia Baru dan Australia, Mozambik, Somalia ke Fiji, Kepulauan Ryukyu ke Australia dan Indonesia, Filipina, Sri Lanka ke Papua Nugini.

Beberapa nama umum karang ini tahu adalah Karang Otak, Karang Otak Tertutup, Coral Ridge, Karang Worm, Karang Maze, Otak Worm Platygyra Karang, Karang Otak Maze, dan Coral Hijau Maze.

Habitat: Ditemukan di terumbu karang kembali, terumbu karang, dan daerah terpencil, pada kedalaman 10-131 kaki (3 - 40 m).

Koloni Platygyra bentuk besar yang datar atau berbentuk kubah. Dinding corallite memutar dan mengubah seluruh dinding karang dan berbagi. Mereka tidak memiliki lobus menonjol bulat yang berasal dari septa seperti genus Goniastrea. Mereka juga memiliki gigi yang kasar dan dinding septum corallite. Dinding corallite juga lebih berat dengan lembah yang memutar kurang dan lebih luas dari karang Leptoria. Biasanya, dinding yang berwarna cokelat atau abu-abu gelap dengan abu-abu atau hijau lembah meskipun ada variasi yang luas dari warna. Termasuk warna hijau, putih, krem, merah muda, abu-abu, dan cokelat, dan dapat memiliki warna terang atau membosankan.

P. Pini memiliki tampilan mirip dengan P. sinensis kecuali dinding corallite yang fleshier dan bulat. Lembah juga lebih kecil dan bentuk bulat tidak teratur atau bentuk oval, namun dapat lebih lama dan berbaring dengan satu atau lebih mulut di tengah polip masing-masing. Warna-warna yang abu-abu atau kuning ke coklat dengan pusat-pusat hijau atau krim.

Suplemen air berikut disarankan untuk spesies Platygyra:
* Kalsium: 400-430 ppm. Jika poli besar berbatu (LPS) karang tidak memiliki kalsium yang cukup, itu tidak akan tumbuh. (Seachem membuat aditif kalsium yang menyatakan 385 sebagai cukup)
* Alkalinitas: 3,5 mEq / L (8 sampai 11 dKh, 10 direkomendasikan)
* Fosfat: 0, nol. Fosfat adalah yang terburuk dari semua dan semua karang membenci mereka.
* Magnesium: 1200-1350. Magnesium membuat kalsium yang tersedia, jadi jika Anda rendah kalsium, magnesium memeriksa tingkat Anda sebelum menambahkan kalsium lagi.
* Stronsium: 8 - 10
(Brough, 2011)


Referensi:
Brough, Clarice. 2011. Maze Brain Coral. http://animal-world.com/Aquarium-Coral-Reefs/Maze-Brain-Coral#Scientific%20name. Diakses pada 8 Oktober 2011 pukul 16.00 WIB
Cmilitante. 2010. Fungia Horrida. http://www.sealifebase.org/Summary/speciesSummary.php?id=45842&lang=bahasa. Diakses pada 8 Oktober 2011 pukul 16.00 WIB
Coremap. 2011. Fungia Horrida. http://www.coremap.or.id/datin/coral_species/index.php?keyid=101&act=detail. Diakses pada 8 Oktober 2011 pukul 16.00 WIB
Coremap. 2011. Platygira pini. http://www.coremap.or.id/datin/coral_species/index.php?keyid=107&act=detail. Diakses pada 8 Oktober 2011 pukul 16.00 WIB
Worms. 2010. Fungia Horrida. http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=207355. Diakses pada 8 Oktober 2011 pukul 16.00 WIB
Zipcodezoo. 2011. Fungia Horrida. http://zipcodezoo.com/Animals/F/Fungia_horrida/. Diakses pada 8 Oktober 2011 pukul 16.00 WIB
Zipcodezoo. 2011. Platygyra pini. http://zipcodezoo.com/Animals/P/Platygyra_pini/. Diakses pada 8 Oktober 2011 pukul 16.00 WIB

Tsunami

Tsunami (bahasa Jepang: 津波; tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut.

Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.

Teks-teks geologi, geografi, dan oseanografi di masa lalu menyebut tsunami sebagai "gelombang laut seismik". Beberapa kondisi meteorologis, seperti badai tropis, dapat menyebabkan gelombang badai yang disebut sebagai meteor tsunami yang ketinggiannya beberapa meter diatas gelombang laut normal. Ketika badai ini mencapai daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi daratan. Wilayah di sekeliling Samudra Pasifik memiliki Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC) yang mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini. Wilayah di sekeliling Samudera Hindia sedang membangun Indian Ocean Tsunami Warning System (IOTWS) yang akan berpusat di Indonesia.

Kata tsunami berasal dari bahasa jepang, tsu berarti pelabuhan, dan nami berarti gelombang. Tsunami sering terjadi Jepang. Sejarah Jepang mencatat setidaknya 196 tsunami telah terjadi. Pada beberapa kesempatan, tsunami disamakan dengan gelombang pasang. Dalam tahun-tahun terakhir, persepsi ini telah dinyatakan tidak sesuai lagi, terutama dalam komunitas peneliti, karena gelombang pasang tidak ada hubungannya dengan tsunami. Persepsi ini dahulu populer karena penampakan tsunami yang menyerupai gelombang pasang yang tinggi.

Tsunami dan gelombang pasang sama-sama menghasilkan gelombang air yang bergerak ke daratan, namun dalam kejadian tsunami, gerakan gelombang jauh lebih besar dan lebih lama, sehingga memberika kesan seperti gelombang pasang yang sangat tinggi. Meskipun pengartian yang menyamakan dengan "pasang-surut" meliputi "kemiripan" atau "memiliki kesamaan karakter" dengan gelombang pasang, pengertian ini tidak lagi tepat. Tsunami tidak hanya terbatas pada pelabuhan. Karenanya para geologis dan oseanografis sangat tidak merekomendasikan untuk menggunakan istilah ini.

Skema terjadinya tsunami:
Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.

Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.

Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.

Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.

Gempa yang menyebabkan tsunami
• Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 - 30 km)
• Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter
• Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun

(Wikipedia, 2011)


Menurut Ryan (2011), proses terjadinya tsunami memiliki 3 cara:
A. Gempabumi
Secara umum gempabumi yang bisa menimbulkan tsunami adalah gempabumi tektonik yang terjadi di laut dan mempunayai karakteristik sebagai berikut :
1.Sumber gempabumi berada di laut
2 Kedalaman gempabumi dangkal, yakni kurang dari 60 km
3 Kekuatannya cukup besar, yakni di atas 6,0 SR
4 Tipe patahannya turun (normal fault) atau patahan naik (thrush fault)
Tsunami yang ditimbulkan oleh gempabumi biasanya menimbulkan gelombang yang cukup besar, tergantung dari kekuatan gempanya dan besarnya area patahan yang terjadi.
Tsunami dapat dihasilkan oleh gangguan apapun yang dengan cepat memindahkan suatu massa air yang sangat besar, seperti suatu gempabumi, letusan vulkanik, batu bintang/meteor atau tanah longsor. Bagaimanapun juga, penyebab yang paling umum terjadi adalah dari gempabumi di bawah permukaan laut. Gempabumi kecil bisa saja menciptakan tsunami akibat dari adanya longsor di bawah permukaan laut/lantai samudera yang mampu untuk membangkitkan tsunami

Tsunami dapat terbentuk manakala lantai samudera berubah bentuk secara vertikal dan memindahkan air yang berada di atasnya. Dengan adanya pergerakan secara vertical dari kulit bumi, kejadian ini biasa terjadi di daerah pertemuan lempeng yang disebut subduksi. Gempa bumi di daerah subduksi ini biasanya sangat efektif untuk menghasilkan gelombang tsunami dimana lempeng samudera slip di bawah lempeng kontinen, proses ini disebut juga dengan subduksi.

B.Land Slide (Tanah Longsor)
Land Slide/tanah longsor dengan volume tanah yang jatuh/turun cukup besar dan terjadi di dasar Samudera, dapat mengakibatkan timbulnya Tsunami. Biasanya tsunami yang terjadi tidak terlalu besar, jika dibandingkan dengan tsunami akaibat gempabumi.

C. Gunung Berapi
Gunung berapi aktif yang berada di tengah laut, ketika meletus akan dapat menimbulkan tsunami. Tsunami yang terjadi bisa kecil, bisa juga sangat besar, tergantung dari besar kecilnya letusan gunung api tersebut. Ada banyak gunung api yang berada ditengah laut di seluruh dunia. Untuk di Indonesia , yang paling terkenal adalah letusan gunung Krakatau yang terletak di tengah laut sekitar Selat Sunda, yang terjadi pada tahun 1883. Letusannya sangat dashyat, sehingga menimbulkna tsunami yang sangat besar dan korban yang banyak, baik jiwa maupun harta benda. Dampak dari bencana ini juga dirasakan kedashyatannya di negara lain.

Tanah longsor di dalam laut dalam , kadang-kadang dicetuskan oleh gempabumi yang besar; seperti halnya bangunan yang roboh akibat letusan vulkanik, mungkin juga dapat mengganggu kolom air akibat dari sediment dan batuan yang bergerak di lantai samudera. Jika terjadi letusan gunungapi dari dalam laut dapat juga menyebabkan tsunami karena kolom air akan naik akibat dari letusan vulkanik yang cukup besar lalu membentuk suatu tsunami. Contoh seperti yang terjadi di Gunung Krakatau.Gelombang terbentuk akibat perpindahan massa air yang bergerak di bawah pengaruh gravitasi untuk mencapai keseimbangan dan bergerak di lautan, seperti jika kita menjatuhkan batu di tengah kolam akan terbentuk gelombang melingkar.
Sekitar era tahun 1950 an ditemukan tsunami yang lebih besar dibandingkan sebelumnya percaya atau tidak mungkin ini disebabkan oleh tanah longsor, bahan peledak, aktifitas vulkanik dan peristiwa lainnya. Gejala ini dengan cepat memindahkan volume air yang besar, sebagai energi dari material yang terbawa atau melakukan ekspansi energi yang ditransfer ke air sehingga terjadi gerakan tanah. Tsunami disebabkan oleh mekanisme ini, tidak sama dengan tsunami di lautan lepas yang disebabkan oleh beberapa gempabumi, biasanya menghilang dengan cepat dan jarang sekali berpengaruh sampai ke pantai karena area yang terpengaruh sangat kecil.Peristiwa ini dapat memberi kenaikan pada gelombang kejut lokal yang bergerak cepat dan lebih besar (solitons), Seperti gerakan tanah yang terjadi di Teluk Lituya memproduksi suatu gelombang dengan tinggi 50- 150 m dan mencapai area pegunungan yang jaraknya 524 m. Bagaimanapun juga , suatu tanah longsor yang besar dapat menghasilkan megatsunami yang mungkin berdampak pada samudera.

Berdasarkan peta bencana 2010-2014 yang disusun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan instansi terkait, terdapat 150 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia yang berpotensi diterjang tsunami. Meliputi kota dan kabupaten tersebut terebar di sepanjang pantai barat Sumatera, mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung sampai ke wilayah selatan Jawa seperti Banten, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Tsunami juga berpotensi terjadi di kepulauan Halmahera, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Papua bagian utara karena daerah-daerah tersebut merupakan tempat pertemuan antara lempeng tektonik IndoAustralia dan Eurasia. Sedangkan di sekitar Papua, pertemuan antara lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik (Fatimah, 2010).


Contoh Kejadian Tsunami di Jepang:
Tsunami ini dipicu oleh gempa dahsyat berkekuatan 8,9 SR yang menghantam timur laut Jepang, Jumat siang. Asap hitam juga membubung dari kawasan industri di daerah Yokohama Isogo. Tayangan televisi menunjukkan bahwa perahu, mobil, dan truk hanyut disapu tsunami. Sebuah jembatan, lokasinya tidak diketahui, tampak runtuh ke dalam air.

Badan Survei Geologi AS (USGS) sebelumnya menyatakan bahwa gempa tersebut berkekuatan 7,9 SR dan berpusat di kedalaman 24,3 km sekitar 130 km di sebelah timur Sendai di pulau utama Honshu. Namun, USGS kemudian menyatakan bahwa gempa berkekuatan 8,9 SR.

Tsunami yang melanda Jepang diperkirakan akan menjalar ke wilayah sekitarnya termasuk Indonesia, khususnya Papua. Pacific Tsunami Warning Center yang bermarkas di Hawaii memprediksi tsunami akan tiba di Jayapura, Papua, pukul 18.35 Waktu Indonesia Barat atau pukul 20.35 Waktu Indonesia Timur.

Berikut rincian sejumlah lokasi di Indonesia yang diperkirakan terkena tsunami:
- Berebere, Maluku Utara, pukul 17.58 WIB
- Manokwari, Papua Barat, pukul 18.18
- Jayapura, Papua, pukul 18.35
- Sorong, Papua, pukul 18.35

Selain Indonesia, tsunami yang ditimbulkan gempa 8,8 di utara Jepang pada pukul 12.46 WIB ini juga diperkirakan berdampak ke Rusia, Amerika Serikat, Taiwan, Guam, Filipina, Nauru, dan Kepulauan Solomon.

Tsunami yang akan tiba di negara-negara selain Jepang ini tidak sebesar yang terjadi di Jepang, yang menurut laporan AlJazeera mencapai 6 meter.
(Vivanews, 2011)

Menurut Rovicky (2011), Sebuah pusaran air raksasa terbentuk di perairan sebelah timur Jepang setelah terjadinya tsunami. Pusaran air raksasa ini terlihat telah mengombang-ambingkan kapal yang berada didalamnya. Tembok tsunami ketika mengalir akan mengikuti pola dari rupture atau pola dari oatahan yang terpatahan. Retakan atau rekahan ini menyebabkan air tersembul keatas, dan membuat tembok air tsunami. Menurut perkiraan visual dari ketinggian dari tembok air ini mencapai 30 meter. Dan hingga lebih dari 10 meter ketika mencapai daratan, sampai menyapu segalanya yang dilewati. Termasuk rumah, bangunan, kendaraan, dan tentusaja manusia yang tidak sempat mengevakuasi. Ketika mencapai pantai terjadi perubahan bentuk dari tembok air ini karena morfologi dasar air dan morfologi garis pantai. Ketika mendekati pantai kecepatan air yang tidak terganggu akan terus melaju, tetapi yang terganggu garis pantai akan berbelok. Belokan inilah yang akhirnya menyebabkan terbentuknya pusaran air. Bentuk garis pantai timur Jepang yang dapat mempengaruhi bentuk tembok air dan membuat pusaran air.


Sumber:
Fatimah, 2010. 150 Daerah di Indonesia Rawan Tsunami. http://okezone.com/news/nasional. Diakses pada Sabtu, 26 Maret 2011 pukul 09.00
Rovicky, 2011. Pusaran Raksasa Akibat Tsunami Jepang 2011. http:rovicky.wordpress.com/2011/03/12/html. Diakses pada Sabtu, 26 Maret 2011 pukul 09.00
Ryan, 2011. Proses Terjadinya Tsunami. http://dhableg.blogspot.com/search/label/proses-terjadinya-tsunami. Diakses pada Sabtu, 26 Maret 2011 pukul 09.00
Vivanews, 2011. Tsunami Jepang Berpotensi Menjalar ke Wilayah Indonesia. http://fianzoner.blogspot.com/2011/03/html. Diakses pada Sabtu, 26 Maret 2011 pukul 09.00
Wikipedia, 2011. Tsunami. http://id.wikipedia.org/wiki/Tsunami. Diakses pada Sabtu, 26 Maret 2011 pukul 09.00

Rabu, 12 Oktober 2011

Sebaran Geografis Suhu Permukaan dan Kadar Garam

Distribusi suhu di permukaan laut terbentang di zona ini. Ini merupakan peristiwa panjang.

Gambar 1. Rata-rata suhu permukaan laut dihitung dari teknik interpolasi yang optimal (Reynolds dan Smith, 1995) menggunakan laporan kapal dan pengukuran suhu AVHRR. Contour interval 1 ◦ C dengan kontur yang berat setiap 5 ◦ C. Daerah yang diarsir melebihi 29 ◦ C.

Air paling hangat terdapat di dekat garis katulistiwa, sementara air paling dingin di daerah kutub. Penyimpangan dari daerah kecil. Equatorward dari 40º, perairan dingin cenderung berada di sisi timur cekungan. Di utara lintang ini, air dingin cenderung berada di sisi barat. Anomali-anomali suhu permukaan laut, penyimpangan dari jangka panjang rata-rata, kecil, kurang dari 1,5ºC (Harrison dan Larkin, 1998) kecuali dalam ekuatorial Pasifik ekuatorial dimana penyimpangan bisa menjadi 3ºC (gambar 2 atas).
Kisaran tahunan suhu permukaan tertinggi pada pertengahan garis-garis lintang, terutama di sisi barat laut (gambar 2 bawah).

Gambar 2 Top: Laut-permukaan suhu anomali untuk Januari 1996 relatif berarti temperatur ditunjukkan pada Gambar 1 menggunakan data yang diterbitkan oleh Reynolds dan Smith (1995) dalam Diagnostik Iklim Buletin untuk Februari 1995. Interval kontur adalah 1 ◦ C. berbayang daerah adalah positif. Bawah: kisaran Tahunan suhu permukaan laut di ◦ C dihitung dari Reynolds dan Smith (1995) berarti suhu permukaan laut kumpulan data. Interval kontur adalah 1 ◦ C dengan kontur yang berat pada 4 ◦ C dan 8 ◦ C. Daerah yang diarsir melebihi 8 ◦ C.

Di barat, udara dingin ditiup angin dari benua-benua pada musim dingin dan mendinginkan lautan. Pendinginan mendominasi perkiraan panas. Pada daerah tropis kisaran temperatur kebanyakan kurang dari 2ºC. Distribusi salinitas permukaan laut juga cenderung terdistribusi di daerah ini. Perairan paling asin terdapat pada perairan-perairan pertengahan garis lintang dimana penguapannya tinggi. Perairan yang tidak terlalu asin dekat dengan garis khatulistiwa dimana hujan membasahi permukaan, dan pada lintang tinggi dimana mencair es laut membasahi permukaan. Rata-rata (timur-barat) zonal salinitas menunjukkan korelasi erat antara salinitas dan curah hujan berkurangi penguapan sungai bertambah. Karena banyak sungai besar mengalir ke Samudra Atlantik dan Laut Arktik, mengapa adalah Atlantik lebih asin dari Pasifik? Broecker (1997) menunjukkan bahwa 0,32 Sv.

Gambar 3. Top: rata-rata permukaan laut salinitas. Interval kontur adalah 0,25. Daerah yang diarsir melebihi salinitas dari 36. Dari Levitus (1982). Bawah: hujan dikurangi penguapan dalam meter per tahun dihitung dari curah hujan global dengan Proyek Klimatologi Presipitasi Global dan panas laten fluks dihitung oleh Kantor Asimilasi data, baik di NASA Goddard Space Flight Center. Penguapan melebihi curah hujan di daerah teduh, interval kontur 0,5 m.


DISTRIBUSI GEOGRAFI
Air yang diuapkan dari perairan Atlantis tidak jatuh sebagai hujan didarat. Malah sebaliknya ia terbawa oleh angin ke perairan pasifik. Broecker menunjukkan bahwa kuantitas yang kecil sama dengan lebih sedikit dengan lebih sedikit aliran disungai A amazon tetapi “flux ini tidak dikompensasi oleh pertukaran perairan Atlantik yang lebih asin dari perairan pasifik yang kurang asin. Salinitas dari seluruh Atlantik akan meningkat sekitar 1 gram per liter per millennium.
Suhu dan salinitas dari samudera , pengertian suhu perairan laut adalah: t = 3,5 ◦ C. Salinitas rata-rata adalah S = 34,7. Distribusi tentang rata-rata dalah kecil: 50% air berada dalam kisaran: 1,3 ◦ C

Kamis, 07 Juli 2011

Kesuburan Biota Laut Sebagai Akibat Fenomena Gerhana Bulan dan Pasang Purnama

Umum untuk diketahui bahwa gerhana bulan merupakan suatu fenomena alam yang biasa terjadi. Gerhana bulan datang pada saat bulan purnama. Gerhana ini muncul saat bumi berada diantara matahari dan bulan, serta matahari, bumi, dan bulan berada pada satu garis lurus sehingga bulan memasuki bayang-bayang bumi atau cahaya matahari ke arah bulan terhalang oleh bumi. Gerhana bulan muncul bila bulan sedang beroposisi dengan matahari. Namun karena kemiringan bidang orbit bulan terhadap bidang ekliptika, maka tidak setiap pertemuan bulan dan matahari yang terhalang bumi akan mengakibatkan terjadinya gerhana bulan.

Gerhana ini mengakibatkan pusat gravitasi bumi berfokus kearah bulan, yang juga berdampak pada massa partikel air yang seterusnya menjadi gelombang pasang surut. Meskipun massa di bulan jauh lebih dekat, namun pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari.

Pada dasarnya fenomena pasang surut air laut mengacu kepada konsep gravitasi bulan dan matahari. Artinya, secara tidak langsung keberadaan bulan menyebabkan terjadinya pasang surut permukaan air laut. Pengaruh pasang surut akan mencapai maksimumnya ketika bumi-bulan-matahari segaris, yaitu pada fase “bulan mati” dan purnama. Pada saat bulan penuh, tarikan gravitasi bulan dan bumi digabungkan, sehingga akan ada titik dimana gravitasi bumi, bulan, dan matahari sejajar sehingga timbullah kekuatan gravitasi. Pada saat inilah terjadi air pasang tinggi yang sangat tinggi dan surut rendah yang sangat rendah, atau sering disebut sebagai pasang surut purnama (spring tide).

Dikarenakan saat gerhana atau bulan purnama bumi dan bulan berada pada posisi garis yang lurus dan letak bulan berada paling dekat dengan bumi, maka gaya gravitasi bulan sampai ke bumi dan menarik air laut keatas, hal inilah yang membuat air laut jadi pasang, karena tertarik gravitasi bulan. Pasang laut menyebabkan perubahan kedalaman perairan dan mengakibatkan arus pusaran yang dikenal sebagai arus pasang. Pasang laut memiliki tiga sumber gaya yang saling berinteraksi, yaitu laut, matahari, dan bulan. Pasang laut merupakan hasil dari gara gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi (bumi). Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, namun gaya gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.

Jika kita kaji, adanya pasang tertinggi di laut yang disebabkan fenomena gerhana bulan merupakan suatu gelombang tinggi karena tarikan magnet gravitasi kearah sana. Gelombang ini berjalan bebas dan merambat secara vertikal menyebabkan terjadinya pengadukan massa air dari bawah permukaan air laut ke permukaan laut. Air dingin yang naik tersebut umumnya jauh lebih kaya zat hara daripada air permukaan. Sehingga kekayaan unsur hara di permukaan laut melimpah.

Disisi lain, karena letak matahari lebih jauh daripada bulan, pengaruh pasang surut oleh matahari lebih kecil daripada oleh Bulan. Namun saat digabungkan pengaruhnya akan lebih kuat dari biasanya. Sehingga saat terjadi pasang air laut terbesar, air akan sangat naik sehingga wilayah pantai terbenam dan biota-biota laut akan terbawa ke pantai.

Pada saat itulah zat hara akan segera dimakan sejumlah makhluk hidup, contohnya plankton, yang berakibat kedatangan banyak ikan penyantap plankton hingga daerah upwelling yang umumnya kaya ikan sehingga tingkat kesuburan biota pun melimpah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasang surut purnama yang dihasilkan oleh gerhana bulan menghasilkan suatu pasang tertinggi di laut dan menyebabkan adanya pengadukan gerakan massa air yang kaya nutrien secara vertikal dan mampu meningkatkan kesuburan biota laut.

Minggu, 15 Mei 2011

Ekosistem Mangrove

Bab I
Pendahuluan


1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar, baik hayati maupun nonhayati. Pesisir merupakan wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini dipengaruhi oleh proses-proses yang ada di darat maupun yang ada di laut. Wilayah demikian disebut sebagai ekoton, yaitu daerah transisi yang sangat tajam antara dua atau lebih komunitas. Sebagai daerah transisi, ekoton dihuni oleh organisme yang berasal dari kedua komunitas tersebut, yang secara berangsur-angsur menghilang dan diganti oleh spesies lain yang merupakan ciri ekoton, dimana seringkali kelimpahannya lebih besar dari dari komunitas yang mengapitnya. (Rochana, 2010)
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Dikatakan unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjo yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. (Wetlands,2001)
Ekosistem mangrove yang tumbuh di sepanjang garis pantai atau di pinggiran sungai dipengaruhi oleh pasang surut perpaduan antara air sungai dan air laut. Kawasan pantai dan ekosistem mangrove menjadi sasaran kegiatan eksploitasi sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan akibat tuntutan pembangunan yang masih cenderung menitikberatkan bidang ekonomi. Semakin banyak manfaat dan keuntungan ekonomis yang diperoleh, maka semakin berat pula beban kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Sebaliknya makin sedikit manfaat dan keuntungan ekonomis, makin ringan pula kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Dampak-dampak lingkungan tersebut dapat diidentifikasi dengan adanya degradasi kawasan pantai dan semakin berkurangnya luas ekosistem mangrove. (Waryono, 2008)

1.2 Rumusan Masalah
- Apakah deskripsi dari mangrove?
- Bagaimanakah lingkungan fisik dan zonasi mangrove?
- Apa saja jenis-jenis mangrove itu?
- Bagaimana fungsi dan manfaat mangrove bagi ekosistem disekitarnya?
- Bagaimana kondisi ekosistem mangrove saat ini?
- Bagaimana cara menjaga ekosistem mangrove?

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
- Mengetahui apa yang dimaksud dengan ekosistem mangrove.
- Menganalisis pentingnya mangrove bagi keseimbangan alam, terutama laut.

1.4 Manfaat Penulisan
Pemahaman akan kondisi lingkungan dan karakter biota yang ada pada ekosistem mangrove dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya konservasi dan eksplorasi ekosistem mangrove.


Bab II
Pengertian Mangrove


2.1 Deskripsi Mangrove
Kata mangrove merupakan perpaduan bahasa Melayu manggi-manggi dan bahasa Arab el-gurm menjadi manggurm, keduanya sama-sama berarti Avicennia (api-api), pelatinan nama Ibnu Sina, seorang dokter Arab yang banyak mengidentifikasi manfaat obat tumbuhan mangrove, Namun ada pula yang mengatakan bahwa kata mangrove merupakan perpaduan bahasa Portugis mangue (tumbuhan laut) dan bahasa Inggris grove (belukar), yakni belukar yang tumbuh di tepi laut. Kata ini dapat ditujukan untuk menyebut spesies, tumbuhan, hutan atau komunitas. (Setyawan, 2008)
Tumbuhan yang hidup di ekosistem mangrove adalah tumbuhan yang bersifat halophyte, atau mempunyai toleransi yang tinggi terhadap tingkat keasinan (salinity) air laut dan pada umumnya bersifat alkalin. Hutan mangrove di Indonesia sering juga disebut hutan bakau. Tetapi istilah ini sebenarnya kurang tepat karena bakau (rhizophora) adalah salah satu family tumbuhan yang sering ditemukan dalam ekosistem hutan mangrove. (Goldfriend, 2007)
Tumbuhan mangrove merupakan tumbuhan berpembuluh, dapat menggunakan air garam sebagai sumber air, dengan adaptasi daun keras, tebal, mengkilat, sukulen, serta memiliki jaringan penyimpan air dan garam. Tumbuhan mangrove memiliki mekanisme untuk mencegah masuknya sebagian besar garam ke dalam jaringan dan dapat mengekskresi atau menyimpan kelebihan garam. Biji dapat mengapung terbawa arus ke area yang luas dan dapat berkecambah saat masih di pohon induk (vivipar), serta tumbuh dengan cepat setelah jatuh dari pohon. Akar memiliki struktur tertentu (pneumatofora) yang menyerap oksigen pada saat surut dan mencegah kelebihan air pada saat pasang, sehingga dapat tumbuh pada tanah anaerob (Setyawan, 2008)

2.2 Distribusi Mangrove dan Faktor Lingkungan Fisik

Tumbuhan mangrove diperkirakan berasal dari Indo-Malaysia, kawasan pusat biodiversitas mangrove dunia. Spesies ini terbawa arus laut ke seluruh pantai daerah tropis dan subtropis dunia, pada garis lintang 25oLU dan 25o LS, karena propagulnya dapat mengapung. Dari kawasan Indo-Malaysia, mangrove tersebar ke barat hingga India dan Afrika Timur, serta ke timur hingga Amerika dan Afrika Barat. Penyebaran mangrove dari pantai barat Amerika ke laut Karibia, terjadi pada jaman Cretaceous atas dan Miocene bawah, antara 66-23 juta tahun yang lalu, melewati selat yang kini menjadi tanah genting negara Panama. Penyebaran ke timur diikuti penyebaran ke utara hingga Jepang dan ke selatan hingga Selandia Baru. Sehingga sebagai perkecualian, mangrove ditemukan di Selandia Baru (38oLS) dan Jepang (32oLU). Cara dispersal propagul di atas menyebabkan mangrove di Amerika dan Afrika Barat (Atlantik) memiliki luas dan keragaman lebih rendah, karena harus melewati Samudera Pasifik, sedangkan mangrove di Asia, India, dan Afrika Timur memiliki keragaman lebih tinggi. Sehingga mangrove di dunia terbagi menjadi dua kawasan utama, yaitu Indo-Pasifik Barat yang meliputi Asia, India dan Afrika Timur, serta Amerika - Afrika Barat (Gambar 1.). Mangrove dari kawasan Indo-Pasifik Barat sangat terkenal dan beragam, terdiri lebih dari 40 spesies, sedangkan di Atlantik hanya sekitar 12 spesies.
Ekosistem mangrove di Indonesia umumnya terpencar-pencar dalam kelompok-kelompok kecil, sebagian besar terletak di Irian (Papua). Mangrove di Jawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan dan Irian sudah terpengaruh kegiatan pembangunan, sedangkan di Maluku dan Nusa Tenggara relatif masih alami. Di Indonesia mangrove tumbuh pada berbagai substrat seperti lumpur, pasir, terumbu karang dan kadang-kadang pada batuan, namun paling baik tumbuh di pantai berlumpur yang terlindung dari gelombang dan mendapat masukan air sungai. Tumbuhan mangrove di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dapat mencapai tinggi 50 m dengan diameter 50 cm, meski umumnya hanya setinggi 25 m dengan diameter 18 cm. Keragaman spesies pada setiap lokasi berbeda-beda, di seluruh Indonesia jumlah tumbuhan mangrove sekitar 47 spesies. Informasi lain menyatakan jumlahnya lebih dari 37 spesies atau 45 spesies. Spesies utama berasal dari genera Avicennia, Rhizophora, Sonneratia,Bruguiera, Ceriops, Excoecaria, Heritiera, Lumnitzera,Nypa, Xylocarpus, dan Aegiceras. (Setyawan, 2008)
Menurut Wikipedia (2011), jenis-jenis tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah:
1. Jenis tanah
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut. Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.
2. Terpaan ombak
Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang. Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar.
3. Penggenangan oleh air pasang
Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.

2.3 Adaptasi Flora Mangrove
Menurut Risnandar (2010), Secara sederhana, tipe adaptasi flora mangrove terhadap habitatnya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu adaptasi terhadap konsentrasi kadar garam, adaptasi terhadap substrat lumpur dan kondisi tergenang serta adaptasi reproduktif.
Adaptasi flora mangrove terhadap kadar garam antara lain sebagai berikut :
1. Sekresi garam (salt extrusion/salt secretion). Flora mangrove menyerap air dengan kadar garam tinggi kemudian mengekskresikan garam dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun. Mekanisme ini biasanya dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Aegialitis, Acanthus, Laguncularia dan Rhizopora (melalui unsur-unsur gabus pada daun)
2. Mencegah masuknya garam (salt exclusion). Flora mangrove menyerap air tetapi mencegah masuknya garam melalui saringan / ultra filter yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh Rhizopora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis dan Acrostichum
3. Akumulasi garam (salt accumulation). Flora mangrove sering menyimpan natrium dan khlorida pada bagian kulit kayu, akar dan daun yang sudah tua. Daun penyimpan garam umumnya sukulen dan pengguguran daun sukulen ini diperkirakan merupakan mekanisme pengeluaran kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan buah. Mekanisme ini dilakukan oleh Excoecaria, Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizopora, Sonneratia dan Xylocarpus.
Adaptasi flora mangrove terhadap substrat lumpur dan kondisi tergenang antara lain sebagai berikut :
1. Akar pensil (pneumathophores). Akar berbentuk seperti tonggak/pensil yang muncul dari sistem akar kabel dan memanjang secara vertikal ke udara, misalnya pada Avicennia dan Sonneratia
2. Akar lutut (knee root). Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya tumbuh ke arah permukaan kemudian melengkung menuju substrat lagi, misalnya pada Bruguiera
3. Akar tunjang (stilt root). Akar tunjang merupakan akar yang keluar dari batang pohon dan menancap ke dalam substrat, misalnya pada Rhizopora dan Ceriops
4. Akar papan (buttres root). Akar ini mirip dengan banir, melebar menjadi bentuk lempeng, misalnya pada Heritiera
5. Akar gantung (aerial root). Akar gantung merupakan akar yang tidak bercabang yang muncul dari batang atau cabang bagian bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat, misalnya pada Rhizopora, Avicennia dan Acanthus.
Adaptasi flora mangrove terhadap mekanisme reproduksi antara lain sebagai berikut :
1. Pembungaan dan polinasi. Polen yang berukuran kecil dan tidak bertangkai memungkinkan polinasi dengan bantuan angin, serangga dan burung. Polen bertangkai polinasi dibantu dengan serangga tertentu. Bunga Sonneratia mekar pada malam hari sehingga polinasi dibantu oleh serangga yang aktif di malam hari
2. Produksi propagul. Kebanyakan mangrove di daerah sub-tropis menghasilkan propagul masak pada musim panas. Sedang pada daerah tropis mangrove berbunga dan berbuah umumnya pada awal musim kemarau
3. Vivipari dan kriptovivipari. Vivipari adalah biji sudah berkecambah ketika masih diatas pohon dan embrio telah keluar dari pericarp, misalnya pada Rhizopora, Bruguiera, Ceriops dan Kandelia. Sedangkan Kriptovivipari adalah biji sudah berkecambah ketika masih diatas pohon (embrio berkembang di dalam buah) tetapi tidak cukup kuat menembus pericarp
4. Penyebaran propagul dan pembentukannya. Propagul pohon-pohon mangrove biasanya memiliki kemampuan mengapung sehingga dapat beradaptasi dengan penyebaran oleh air. Misal pada Rhizopora, selama proses vivipari buah memanjang dan distribusi beratnya berubah sehingga menjadi lebih berat pada bagian ujung bawah serta akhirnya terlepas. Kemudian propagul ini mengapung di air (atau langsung menancap di substrat ketika air surut), tumbuh dimulai dari akar yang muncul dari ujung propagul dan bertahap akan menjadi individu baru.

2.4 Zonasi Mangrove
Menurut Rochana (2010), Penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrore di Indonesia :
• Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. Yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
• Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Dizona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.
• Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
• Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.
Pada hutan mangrove alami dapat terbentuk zonasi spesies tunggal sejajar dengan garis pantai dan tepian sungai, mulai dari tepi pantai ke arah daratan. Beting lumpur yang luas atau beting pasir yang dangkal di tepi laut ditumbuhi oleh Avicennia dan Sonneratia. Rhizophora ditemukan lebih ke dalam pada tepian sungai, adapun Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus dan Heritiera membentuk bagian belakang mangrove. Pada lingkungan yang cocok, dimana terdapat pasir dan lempung, Nypa fruticans dapat menjadi tumbuhan utama pada tepi sungai atau laguna. Penyebab zonasi ini masih diperdebatkan dan kemungkinan disebabkan kombinasi berbagai faktor seperti salinitas, kondisi tanah, tingkat genangan, ukuran dan ketersediaan propagul, serta kompetisi antar spesies. Tumbuhan mangrove memiliki tanggapan yang berbeda-beda terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut, sehingga tumbuh tersebar dalam zonasi yang karakteristik. Beberapa spesies mangrove tumbuh di garis pantai, tepian pulau, teluk yang terlindung, atau jauh ke pedalaman hulu sungai yang masih dipengaruhi pasang surut. Pada sebagian besar hutan mangrove yang sudah dipengaruhi kegiatan manusia (antropogenik), zonasi sulit ditentukan akibat tingginya sedimentasi dan perubahan habitat. Dalam hal ini ketersediaan propagul diduga lebih berpengaruh dari pada faktor lain, dimana beting lumpur baru akan didominasi tumbuhan yang propagulnya paling banyak sampai di tempat tersebut, misalnya di Segara Anakan. (Setyawan, 2008)

2.5 Perkembangbiakan Mangrove
Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya. Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.
Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh. Buah nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tak pelak lagi meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah propagul. Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.
(Wikipedia, 2011)

2.6 Fungsi dan Manfaat Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien dan bahan organik yang dibawa ke ekosistem padang lamun oleh arus laut. Sedangkan ekosistem lamun berfungsi sebagai penghasil bahan organik dan nutrien yang akan dibawa ke ekosistem terumbu karang. Selain itu, ekosistem lamun juga berfungsi sebagai penjebak sedimen (sedimen trap) sehingga sedimen tersebut tidak mengganggu kehidupan terumbu karang. Selanjutnya ekosistem terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak (gelombang) dan arus laut. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi organisme yang hidup di padang lamun ataupun terumbu karang. (Saputra, 2010)
Menurut Irwanto (2008), Hutan Mangrove memberikan perlindungan kepada berbagai organisme baik hewan darat maupun hewan air untuk bermukim dan berkembang biak. Hutan Mangorove dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem Mangorove juga sebagai plasma nutfah (geneticpool) dan menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya. Habitat Mangorove merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai ikan-ikan kecil serta kerang (shellfish) dari predator. Beberapa manfaat hutan mangrove dapat dikelompokan sebagai berikut:
A. Manfaat / Fungsi Fisik :
1. Menjaga agar garis pantai tetap stabil
2. Melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan abrasi.
3. Menahan badai/angin kencang dari laut
4. Menahan hasil proses penimbunan lumpur, sehingga memungkinkan terbentuknya lahan baru.
5. Menjadi wilayah penyangga, serta berfungsi menyaring air laut menjadi air daratan yang tawar
6. Mengolah limbah beracun, penghasil O2 dan penyerap CO2.
B. Manfaat / Fungsi Biologik :
1. Menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi plankton, sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan.
2. Tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan udang.
3. Tempat berlindung, bersarang dan berkembang.biak dari burung dan satwa lain.
4. Sumber plasma nutfah & sumber genetik.
5. Merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.
C. Manfaat / Fungsi Ekonomik :
1. Penghasil kayu : bakar, arang, bahan bangunan.
2. Penghasil bahan baku industri : pulp, tanin, kertas, tekstil, makanan, obat-obatan, kosmetik, dll
3. Penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting, bandeng melalui pola tambak silvofishery
4. Tempat wisata, penelitian & pendidikan.


Bab III
Mangrove dan Ekosistem

3.1 Diversitas Flora Mangrove
Menurut Setyawan (2008) yang mengutip Tomlinson (1986), flora mangrove terbagi menjadi 3 elemen, yaitu elemen mangrove mayor, elemen mangrove minor dan elemen mangrove asosiasi. Tomlinson mengklasifikasi ketiga macam elemen flora mangrove ini sebagai berikut : 9 genus dan 34 jenis untuk elemen mangrove mayor, 11 genus dan 20 jenis untuk elemen mangrove minor serta 46 genus dan 60 jenis untuk elemen mangrove asosiasi.
Flora elemen mangrove mayor pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Hanya hidup pada daerah mangrove, secara alami hanya terdapat pada ekosistem mangrove dan tidak ditemukan di komunitas teresterial/darat
2. Memiliki peran utama dalam struktur komunitas vegetasi mangrove dan memiliki kemampuan untuk membentuk tegakan murni (pure stand)
3. Membentuk morfologi khusus untuk beradaptasi dengan lingkungannya, misalnya dengan adanya akar napas (aerial root), berasosiasi dengan pertukaran gas, vivipari dan kriptovivipari embrio
4. Mekanisme fisiologis untuk pengeluaran garam sehingga beberapa jenis vegetasi mangrove dapat tumbuh pada tempat dengan kadar garam rendah sampai tinggi
5. Isolasi taksonomi dari kelompok teresterial, mangrove sejati terpisahkan dari kelompoknya paling sedikit pada tingkat genus dan terkadang pada tingkatan sub-famili atau famili.
Contoh dari elemen mayor adalah Avicennia marina (api-api), Sonneratia alba (pidada, prapat), Rhizopora mucronata (bakau), Ceriops tagal (mentingi), Bruguiera gymnorrhyza (lindur) dan Nypa frutican (nipah). Elemen flora mangrove minor biasanya tidak membentuk elemen vegetasi yang mencolok, tetapi hanya dijumpai di tepian habitat tersebut dan hampir tidak pernah membentuk suatu tegakan murni. Contoh dari elemen minor adalah Pemphis acidula (centigi), Aegiceras corniculatum, Excoecaria agalocha (buta-buta) dan Xylocarpus granatum (nyirih).
Sedangkan elemen flora mangrove asosiasi pada umumnya tidak memiliki ciri morfologi yang biasanya dimiliki oleh elemen mayor dan elemen minor (tidak memiliki akar napas, tipe buah dan biji yang normal, tidak memiliki mekanisme untuk pengeluaran garam) dan sering kali hanya dijumpai pada tepi mangrove lebih dekat ke daratan. Contoh dari elemen asosiasi adalah Terminalia catapa (ketapang), Thespesia populnea, Barringtonia asiatica dan Cerberra manghas (bintaro).
Sedangkan Giesen ( - ) menyebutkan bahwa vegetasi mangrove di Indonesia mencapai 202 jenis, yang terdiri dari 89 spesies pohon, 5 spesies palem, 19 jenis liana, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas.
Berdasarkan peran vegetasi terhadap habitat mangrove, Chapman dalam Kusmana (2003) membagi flora mangrove menjadi dua kategori, yaitu :
1. Flora Mangrove Inti, yaitu flora mangrove yang memiliki peran ekologi utama dalam formasi mangrove. Contohnya adalah genus Rhizopora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Derris, Acanthus, Lumnitzera, Schypipora dan Dolichandrone
2. Flora Mangrove Peripheral (pinggiran), yaitu flora mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi mangrove, tetapi flora tersebut juga berperan penting dalam formasi hutan lain. Contohnya adalah Excoecaria agalocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera litoralis dan Hibiscus tilliaceus.
Vegetasi mangrove di dunia dapat dijumpai pada sepanjang pantai tropis sampai sub tropis dengan kondisi lingkungan yang sesuai (pada pantai terlindung, bebas dari ombak besar, teluk, laguna, estuarin). Sedangkan penyebarannya dapat dijumpai dari 32° LU sampai dengan 38° LS. Menurut Chapman dalam Kusmana (2003), berdasarkan keragaman penyebaran vegetasi di dunia, vegetasi mangrove dibagi menjadi dua yaitu :
1. The Old World Mangrove, penyebarannya meliputi Afrika Timur, Laut Merah, India, Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Australia, New Zealand, Kepulauan Pasifik dan Samoa (disebut juga dengan Grup Timur)
2. The New World Mangrove, penyebarannya meliputi pantai Atlantik dari Afrika dan Amerika, Meksiko, pantai Pasifik Amerika dan Kepulauan Galapagos (disebut juga dengan Grup Barat). Keragaman jenis Grup Barat relatif lebih sedikit dibanding dengan keragaman di Grup Barat. (Risnandar, 2010)
Indonesia memiliki sebanyak tidak kurang dari 89 jenis pohon mangrove, atau paling tidak menurut FAO terdapat sebanyak 37 jenis. Dari berbagai jenis mangrove tersebut, yang hidup di daerah pasang surut, tahan air garam dan berbuah vivipar terdapat sekitar 12 famili. (Irwanto, 2008)
Menurut Saputra (2010), jenis-jenis pohon mangrove tersebut diantaranya:
1. Aegiceras corniculantum
2. Rhizopora lamarckii
3. Avicennia officinalis
4. Aegiceras floridum
5. Heritirea littoralis
6. Bruguiera gymnorrhiza
7. Bruguiera cylindrica
8. Avicennia alba
9. Avicennia marina
10. Avicennia lanata
11. Bruguiera cylindrica
12. Rhizopora apiculata
13. Pemphis acidula
14. Xylocarpus moluccensis
15. Rhizopora stylosa
16. Lumnitzera racemosa
17. Xylocarpus rumphii
18. Avicennia officinalis
19. Ceriops tagal
20. lLumnitzera littorea
21. Bruguiera sexangula
22. Sonneratia caseolaris
23. Ceriops decandra
24. Sonneratia alba
25. Lumnitzera racemosa
26. Rhizopora mucronata
27. Bruguiera parviflora
28. Excoecaria agallocha
29. Xylocarpus granatum
30. Nypa fruticans
31. Osbornia octodona

3.2 Fauna Mangrove
Menurut Setyawan (2008), ekosistem mangrove merupakan bentuk pertemuan lingkungan darat dan laut, sehingga hewan dari kedua lingkungan ini dapat ditemukan di ekosistem mangrove. Sebagian kecil hewan menggunakan mangrove sebagai satu-satunya habitat, sebagian dapat berpindah-pindah meskipun lebih sering ditemukan di hutan mangrove, sedang lainnya berpindah-pindah berdasarkan musim, tahapan siklus hidup, atau pasang surut laut. Kebanyakan orang menganggap mangrove sebagai tempat berlumpur dan rawa-rawa becek, yang penuh dengan nyamuk, ular, laba-laba, dan memberi rasa tidak nyaman. Namun apabila diperhatikan lebih teliti berjalan-jalan di kawasan mangrove merupakan perburuan besar. Di bawah kerimbunan hutan terdapat berbagai jenis arthropoda, moluska, burung, ikan, reptilia, mamalia dan lain-lain, sehingga menarik untuk ditelusuri.
Beberapa bakteri lignolitik, sellulolitik, proteolitik dan mikroorganisme lain dapat menguraikan molekul organik yang besar seperti tanin dan selulosa menjadi fragmengragmen lebih kecil yang bermanfaat. Alga tingkat tinggi biasa ditemukan menempel pada tumbuhan mangrove, khususnya di akar penyangga dan akar napas (pneumatofora) lainnya. Mikrobia, bakteri, fungi, dan alga hijau-biru (Cyanobacteria) merupakan elemen tanah mangrove yang penting. Invertebrata yang ditemukan di hutan mangrove umumnya adalah artropoda yang meliputi serangga, Chelicera dan Crustacea, serta moluska baik gastropoda maupun bivalvia. Sedangkan vertebrata yang banyak ditemukan adalah ikan dan burung. Dalam jumlah terbatas ditemukan pula reptilia dan mamalia. Amfibia sangat jarang ditemukan di kawasan mangrove. Insekta merupakan taksa yang sangat banyak ditemukan di hutan mangrove, berupa berbagai jenis ngengat, kutu (bug), kumbang, lalat, semut dan jengkerik. Bersama dengan Crustacea dan Chelicera, serangga merupakan Arthropoda yang banyak ditemukan di mangrove.
Crustasea seperti remis, udang dan kepiting sangat melimpah di hutan mangrove. Salah satu yang terkenal adalah kepiting lumpur (Thalassina anomala) yang dapat membentuk gundukan tanah besar di mulut liangnya, serta kepiting biola (Uca spp.) yang salah satu capitnya sangat besar. Terdapat sekitar 60 spesies kepiting di hutan mangrove. Kebanyakan memakan dedaunan, lainnya memakan alga atau detritus di sedimen tanah dan membuang sisanya dalam gumpalan-gumpalan pelet. Moluska, beserta Arthropoda, merupakan inverterbrata paling banyak dijumpai di hutan mangrove, baik Gastropoda maupun Bivalvia. Chelicera yang dapat dijumpai di hutan mangrove antara lain laba-laba, kutu (mite), dan kepiting ladam. Laba-laba paling banyak dijumpai.
Hutan mangrove merupakan tempat aman bagi berbagai jenis burung dan ikan untuk mencari makan, bersarang dan tinggal. Kebanyakan ikan yang hidup di mangrove juga ditemukan di laut sekitar pantai. Ikan ini tinggal di hutan mangrove pada waktu atau tahap tertentu, misalnya pada saat muda dan musim kawin. Terdapat pula jenis ikan tawar yang dapat hidup di area mangrove. Ketersediaan makanan dan perlindungan merupakan faktor penting yang menyebabkan ikan bermigrasi keluar masuk lingkungan ini. Ikan gelodok (Periophthalmodonidae; Gobiidae) merupakan salah satu dari sedikit hewan yang habitatnya terbatas di area mangrove. Mereka membentuk lubang dalam tanah dandapat berenang seperti ikan dengan menggunakan sirip pektoral, akan tetapi juga dapat memanjat pohon atau melewati tanah dengan sirip tersebut. Terdapat beberapa jenis ikan gelodok.
Beberapa spesies burung pada musim tertentu membutuhkan mangrove untuk mencari makanan dan perlindungan. Burung pemakan madu dan loriket mengunjungi mangrove pada musim berbunga. Burung lain seperti merpati imperial juga tinggal di mangrove selama musim kawin. Mangrove merupakan habitat penting bagi migrasi tahunan dan dapat menjadi tempat berlindung pada musim kemarau atau apabila hutan di dekatnya ditebangi. Burung air yang sering mengunjungi mangrove antara lain: jabiru, bangau, heron, sedangkan robin, kutilang, burung madu, dan raja udang merupakan burung daratan yang secara tetap menggunakan ekosistem mangrove.
Katak jarang dijumpai di kawasan mengrove. Airnya yang asin barangkali kurang cocok dengan kondisi kulit katak yang relatif tipis. Jenis katak yang kadang-kadang dapat ditemukan di kawasan mangrove adalah Rana cancrivora. Untuk reptilia, buaya muara (Crocodilus porosus) merupakan hewan mangrove paling buas. Mereka tidak selalu bersarang di mangrove, tertapi dapat bersarang pada vegetasi di sekitar mangrove atau pada sungai-sungai kecil yang terhubung ke pantai. Pada saat pasang reptil ini menuju mangrove untuk mencari makan. Buaya muda memakan kepiting, udang, ikan gelodok dan ikan kecil lainnya, ketika dewasa mereka juga memakan burung dan mamalia. Ular laut dan ular darat kadang-kadang ditemukan sebagai pengunjung mangrove. Ular piton merupakan pengunjung paling sering dijumpai di mangrove. Di kawasan mangrove sendiri terdapat beberapa jenis ular yang menggunakan mangrove sebagai habitat primernya. Kadal dan biawak yang memakan insekta, ikan, kepiting dan kadang-kadang burung juga menggunakan mangrove sebagai habitat utama. Mamalia seperti kelelawar buah (kalong) sering membentuk koloni besar di hutan mangrove dan bergelantungan di siang hari. Mamalia lain yang dapat dijumpai di tempat ini antara lain barang-barang, bajing, anjing, tikus, kera, demikian pula babi dan kerbau air.


Bab IV
Strategi Konservasi Ekosistem Mangrove

4.1 Kondisi Ekosistem Mangrove Saat Ini
Kegiatan manusia baik sengaja maupun tidak sengaja telah menimbulkan dampak terhadap ekosistem mangrove. Dapat disebutkan di sini beberapa aktivitas manusia terhadap ekosistem mangrove beserta dampaknya (Tabel 1). Dampak dari aktivitas manusia terhadap ekosistem mangrove, menyebabkan luasan hutan mangrove turun cukup menghawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia turun dari 5,21 juta hektar antara tahun 1982 – 1987, menjadi 3,24 hektar, dan makin menyusut menjadi 2,5 juta hektar pada tahun 1993 Bergantung cara pengukurannya, memang angka-angka di atas tidak sama antar peneliti. Khazali (1999), menyebut angka 3,5 juta hektar, sedangkan Lawrence (1998), menyebut kisaran antara 3,24 – 3,73 juta hektar. (Rochana, 2011)

4.2 Kebijakan Hutan Indonesia
Menurut Dephut (-) Departemen Kehutanan sebagai departemen teknis yang mengemban tugas dalam pengelolaan hutan, maka landasan dan prinsip dasar yang dibuat harus berdasarkan peraturan yang berlaku, landasan keilmuan yang relevan, dan konvensi-konvensi internasional terkait dimana Indonesia turut meratifikasinya. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pengelolaan Hutan Lestari
b. Desentralisasi Kewenangan Pengelolaan
c. Konservasi dan Rehabilitasi Secara Partisipatif
d. Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Mangrove
Strategi yang diterapkan Departemen Kehutanan untuk menuju kelestarian pengelolaan hutan mangrove: (1) Sosialisasi fungsi hutan mangrove, (2) Rehabilitasi dan konservasi, (3) Penggalangan dana dari berbagai sumber.

4.3 Langkah-Langkah Konservasi
Menurut Waryono (2008), Hilangnya ekosistem mangrove karena dikonversikan untuk penggunaan lain sudah pasti akan berpengaruh negatif terhadap keanekaragaman hayati di daerah tersebut Untuk menghindari hal tersebut yang perlu dilakukan adalah :
(a) Mengupayakan luasan kawasan konservasi mangrove 20 % dengan dasar pertimbangan terhadap rasionalisasi penggunaan terbesar dari pemanfaatan lahan mangrove diperuntukan pertanian, pertambakan, dan permukiman.
(b) Keberadaan dan kondisi mangrove yang sebenarnya perlu diketahui, sebagai dasar untuk perencanaan dan penetapan kebijakan selanjutnya.
(c) Perlu ditingkatkan pengetahuan tentang peraturan-peraturan.
(d) Pengkajian tentang peralihan mangrove menjadi pertambakan atau penggunaan lain harus didasarkan pada :
1. Kesesuaian lahan untuk tambak (masalah tanah sulfat masam, gambut, pasir) atau penggunaan lain.
2. Pasang surut dan sumber air tawar.
3. Pensyaratan jalur hijau.
4. Sistem perlindungan kawasan dan kawasan ekosistem lindung.
5. Dampak terhadap lingkungan.
6. Infrastruktur seperti pasar, ketersedian bibit dan lain-lain.
7. Pengenaan pajak untuk areal tambak, agar keinginan membuat tambak berkurang.
8. Penetapan beberapa areal mangrove sebagai kawasan lindung.


Bab V
Penutup


5.1 Kesimpulan
1. Mangrove merupakan salah satu tipe hutan dengan karakter yang spesifik dan memiliki beberapa fungsi, antara fungsi fisik, biologis dan ekonomis dimana ketiganya harus bisa berfungsi secara integral dan tidak tersegmentasi.
2. Perencanaan pembangunan nasional, utamanya di wilayah pesisir yang memiliki ekosistem mangrove, harus bisa menyeimbangkan antara kebutuhan pembangunan di satu sisi dan upaya penyelamatan kelestarian lingkungan mangrove di sisi yang lain.


Daftar Pustaka
Dephut. Kebijakan Hutan Mangrove di Indonesia. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/RLPS/mangrove.htm. Diakses pada tanggal 6 Mei 2011 pukul 12.23 WIB.
Goldfriend. 2007. Selamatkan Mangrove. http://fertobhades.wordpress.com/2007/10/09/selamatkan-mangrove/. Diakses pada tanggal 6 Mei 2011 pukul 12.45 WIB.
Irwanto. 2008. Hutan Mangrove dan Manfaatnya. http://www.freewebs.com/irwantomangrove/mangrove_kelola.pdf. Diakses pada tanggal 6 Mei 2011 pukul 12.20 WIB.
Risnandar. 2010. Mengenal Ekosistem Mangrove. http://www.baligreen.org/mengenal-ekosistem-mangrove.html. Diakses pada tanggal 6 Mei 2011 pukul 12.51 WIB.
Rochana, Erna. 2011. Ekosistem Mangrove dan Pengelolaannya di Indonesia. http://irwantoshut.com.Diakses pada tanggal 6 Mei 2011 pukul 12.11 WIB.
Saputra, Dion Ragil. 2010. Jenis-Jenis Mangrove, Manfaat serta Pengaplikasian terhadap Lingkungan. http://www.docstoc.com/?doc_id=21006699&download=1. Diakses pada tanggal 6 Mei 2011 pukul 12.37 WIB.
Setyawan, Ahmad Dwi. 2008. Buku Ajar Biodiversitas Ekosistem Mangrove di Jawa; Tinjauan Pesisir Utara dan Selatan Jawa Tengah. http://www.scribd.com/doc/16413879/Biodiversitas-Ekosistem-Mangrove-di-Jawa-Tinjauan-Pesisir-Utara-dan-Selatan-Jawa-Tengah. Diakses pada tanggal 6 Mei 2011 pukul 12.00 WIB.
Waryono, Tarsoen. 2008. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Ekosistem Mangrove. http://www.docstoc.com/?doc_id=21928048&download=1. Diakses pada tanggal 6 Mei 2011 pukul 12.05 WIB.
Wetlands. 2001. Hutan Mangrove. http://www.lablink.or.id/Eko/Wetland/lhbs-mangrove.htm. Diakses pada tanggal 6 Mei 2011 pukul 12.17 WIB.
Wikipedia. 2011. Hutan Bakau. http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau. Diakses pada tanggal 6 Mei 2011 pukul 12.07 WIB.

Pendangkalan Dasar Laut dalam Kaitannya antara Kenaikan Permukaan Air Laut dan Isu Pemanasan Global

Banyak orang beranggapan bahwa kenaikan permukaan air laut yang terjadi dewasa ini terutama diakibatkan oleh pemanasan global. Di Indonesia sendiri, kenaikan air laut yang mencapai 3-5 milimeter tiap tahun telah menyebabkan 29 pulau-pulau kecil ‘hilang’. Tidak heran isu pemanasan global mencuat dan menjadi topik utama kerusakan bumi secara perlahan di dunia.
Jika kita kaji, perubahan permukaan air laut menjadi semakin tinggi memang salah satu dampak negatif adanya pemanasan global. Sudah rahasia umum bahwa aktivitas manusia di bumi menyebabkan kandungan gas rumah kaca seperti CO2 (Karbon dioksida), CH4(Metan) dan N2O (Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF6 (Sulphur hexafluoride) menjadi tidak balance. Pembakaran bahan bakar fosil di seluruh dunia menyebabkan emisi CO2 yang berlebihan sehingga terjadi ketimpangan antara zat-zat penyusun gas rumah kaca di atmosfer yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan suhu rata-rata di bumi atau pemanasan global.
Disamping itu, sinar matahari yang terperangkap dalam bumi menyebabkan bumi tetap hangat. Karena suhu merupakan parameter dari iklim, maka terjadilah perubahan iklim di bumi secara global. Hal ini dapat kita buktikan dengan keberadaan fenomena alam El-Nino dan La-Nina yang begitu sering terjadi pada abad ini.
Banyak yang beranggapan bahwa salah satu faktor utama meningkatnya permukaan air laut yang erat kaitannya dengan pemanasan global adalah karena mencairnya es dan gletser di kutub utara dan kutub selatan. Faktanya, kepulauan di kutub utara telah kehilangan22 mil kubik air dibandingkan kondisi biasanya, rata-rata tujuh mil kubik air per tahun. Namun, kenaikan permukaan air laut yang terjadi hanyalah berkisar satu milimeter per tahun. Meskipun sebenarnya berdampak sangat besar di bumi, akan tetapi kita tidak tahu lebih banyak mana es yang keluar atau es yang masuk, artinya air yang kembali ke laut dalam gunung es dan dari melelehnya es di tepinya. Belum adanya penelitian yang menunjukkan berapa input dan output es sebagai kesetimbangan massa yang menyebabkan perubahan muka bumi global. Jadi, kita tidak bisa mengkambinghitamkan mencairnya es dan gletser di kutub utara dan selatan yang mana menjadi salah satu efek adanya pemanasan global merupakan penyebab utama kenaikan permukaan air laut rata-rata di muka bumi.
Pada dasarnya, kutub utara dan selatan bumi bukanlah lapisan es semua. Mereka bergunung dan berbukit batu dan tanah juga lalu dilapisi oleh es dan salju. Meskipun begitu daerah kutub tentu saja akan terkena efek pemanasan global. Bagian dataran rendah tergenangi air laut dan mengurangi luasnya daerah kutub tersebut. Sama dengan banyaknya pulau-pulau kecil di kutub utara yang telah tenggelam tergerus air laut yang semakin meninggi.
Dalam soal kenaikan air laut global di bumi, semata-mata bukan karena adanya pemanasan global sebagai pemicu utama. Kita lihat fakta yang terjadi di negara Indonesia. Kerusakan lingkungan, terutama akibat penambangan pasir laut dan abrasi menyebabkan lenyapnya 26 pulau di Indonesia. Panjang pantai Indonesia lebih kurang 88.000 km yang sebagian besar telah terjadi abrasi dari air laut. Semua materialnya mengendap ke dasar laut. Ini akan mendorong permukaan air laut naik.
Hal lain yang perlu kita cermati adalah terdapat ribuan sungai yang semuanya bermuara ke laut. Setiap sungai selalu membawa partikel atau meterial ke laut berupa lumpur atau tanah dan kejadian ini berlangsung ribuan tahun. Sehingga sudah jutaan meter kubik material yang mengendap di dasar laut dan sudah ratusan hektar delta yang terbentang di muara sungai. Faktor ini tentu saja membuat pendangkalan dasar laut di daerah tertentu. Ditambah lagi penebangan hutan massal di dunia sehingga hutan tak mampu lagi menahan air dalam jumlah besar dan air langsung turun ke laut sehingga menambah debet air.
Di berbagai belahan dunia banyak terjadi reklamasi atau penimbunan pinggiran pantai untuk pembuatan jalan dan pelebaran kawasan yang menyebabkan jutaan meter kubik material terbenam di laut. Selain itu, sudah jutaan hektar tanah rawa yang ditimbun untuk menjadi tempat pemukiman. Padahal rawa berpotensi menyimpan air, sama seperti hutan, sehingga air rawa pun berpindah ke samudera.
Diatas itu semua, faktor yang menyebabkan kenaikan permukaan air laut di berbagai belahan muka bumi bukan semata-mata karena terjadinya pemanasan global, akan tetapi juga disebabkan pendangkalan dasar laut yang juga disebabkan aktivitas manusia di muka bumi.
Oleh karenanya, persoalan kenaikan permukaan air laut yang terus bertambah tiap tahun di bumi jangan hanya sekadar dijadikan wacana saja, akan tetapi perlu dilakukan adanya upaya nyata dalam pengurangan bahkan pemberhentian buangan dari daratan ke laut sehingga dasar laut tidak terus mendangkal. Juga terus digalakkan langkah-langkah serius peduli alam dalam kaitannya dengan isu pemanasan global.
Jangan sampai peningkatan level air laut yang signifikan ini menyebabkan semakin banyaknya pulau-pulau di berbagai belahan bumi terpendam karena bagian penting dari peradaban kita berada beberapa meter diatas permukaan laut. Jadi kenaikan air laut berapa pun dan kapan pun akan mempunyai dampak yang besar bagi ekonomi dunia dan kehidupan manusia.
Referensi:
Aliefqu. 2011. Inilah Pemicu Utama Kenaikan Permukaan Air Laut Dunia. http://aliefqu.wordpress.com/2011/05/01/inilah-pemicu-utama-kenaikan-permukaan-air-laut-dunia/. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011 pukul 14.00 WIB
Bloggy. 2010. Dampak Kenaikan Permukaan Air Laut.http://dexter-cianida.blogspot.com/2010/04/dampak-kenaikan-permukaan-air-laut-dan_17.html. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011 pukul 14.00 WIB.
Jalius. 2010. Kenapa Permukaan Air Laut Naik. http://jalius12.wordpress.com/2010/03/28/kenapa-permukaan-air-laut-naik/. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011 pukul 14.00 WIB
La-an, 2008. Hubungan Efek Rumah Kaca, Pemanasan Global, dan Perubahan Iklim. http://mbojo.wordpress.com/2008/07/17/hubungan-efek-rumah-kaca-pemanasan-global-dan-perubahan-iklim/. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011 pukul 14.00 WIB
Limpo, Daeng. 2007.Pemanasan Global (Global Warming). http://independen69.wordpress.com/2007/12/03/pemanasan-global-global-warming/. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011 pukul 14.00 WIB
Londo, Paulus. 2009. Hujan Menghilangkan Permukaan Air Laut Naik. http://www.menlh.go.id/home/index.php?option=com_content&view=article&id=4817:hujan-menghilangkan-permukaan-air-laut-naik&catid=76:artikel&Itemid=94&lang=en. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011 pukul 14.00 WIB
Opik. 2007. Gambaran Umum Global Warming dan Cara Untuk Mencegah Pemanasan Global Dunia. http://organisasi.org/gambaran-umum-global-warming-efek-dan-cara-untuk-mencegah-pemanasan-global-dunia. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011 pukul 14.00 WIB
Pemanasanglobalnet. Kenaikan Permukaan Laut Dunia. http://www.pemanasanglobal.net/kutub/kenaikan_permukaan_laut_dunia.htm. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011 pukul 14.00 WIB
Pemanasanglobalnet. Apa Itu Pemanasan Global. http://www.pemanasanglobal.net/faq/apa-itu-pemanasan-global.htm. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011 pukul 14.30 WIB
Santoso. 2010. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim. http://www.ofm-jpic.org/globalwarming/pdf/indonesian.pdf. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011 pukul 14.30 WIB