Rabu, 12 Desember 2012

Proses Penguatan Energi Suara (amplifier) pada Echosounder

Gelombang akustik dari sebuah tranducer dapat dipusatkan ke suatu arah tertentu, sehingga intensitas tertinggi dari gelombang tersebut akan terletak pada arah tegak lurus dengan permukaan tranducer, yakni yang disebut sebagai sumbu akustik (acoustic axis). Dengan demikian semakin besar sudut penyimpangan arah suara dari sumbu akustik akan semakin kecil intensitas suara. Untuk itu lebar dari sebuah beam tergantung dari ukuran sebuah tranducer, yakni semakin tinggi frekuensi akustik yang dapat dipancarkannya akan semakin kecil lebar beam, atau dengan kata lain energi akan dipusatkan di sepanjang sumbu akustik. Seperti diketahui amplitudo gema akan selalu lebih kecil dibandingkan amplitudo signal asli yang dipancarkan dari sumbernya. Akibatnya pesawat receiver-amplifier akan menerima pulsa listrik yang lemah dari tranducer dan harus memperkuatnya dengan cara yang selektif, yakni tergantung daripada waktu yang diperlukan dari saat signal dipancarkan sampai dengan saat diterima kembali oleh tranducer (time varied gain, TVG). TVG ini diperlukan untuk mengimbangi intensitas suara yang hilang akibat adanya proses perambatan dan peredaman (spreading and attenuation) didalam air, yakni dari saat dipancarkan sampai dengan saat diterima kembali oleh tranducer. Sesudah proses TVG tersebut, signal-signal itu kemudian dimodulasi dan akhirnya dikirimkan ke pesawat peraga untuk selanjutnya diperagakan dalam bentuk echogram atau gambar berwarna pada sebuah layar pijar mirip dengan layar sebuah pesawat video. Sinyal echo (energi listrik) yang dihasilkan oleh tranducer masih lemah, sehingga perlu diperkuat beberapa ribu kali sebelum diteruskan ke recorder/display. Penguatan echo dilakukan oleh receiver amplifier dan besar penguatan diatur oleh kontrol sensitivitas atau pengatur volume. Untuk mengurangi atau menghilangkan echo dari target yang terlalu dekat dengan tranducer, sensitivitas receiver secara otomatis dapat dikurangi. Saat pulsa dipancarkan kedalam air, sensitivitas receiver dikurangi, tetapi setelah itu dinaikkan kembali hingga maksimum. Receiver amplifier bersama TVG controller berfungsi untuk menguatkan sinyal echo dengan faktor gain (G) yang dirumuskan dengan persamaan berikut: G=10log(VR/VRT); dimana VR adalah tegangan keluaran dan VRT adalah detectable voltage dari tranducer. Untuk melakukan fungsinya didalam receiver terdapat koordinasi antara TVG generator / circuit dan TVG controller yang mengatur secara tepat dan otomatis dari tuned / receiver amplifier dalam hubungannya dengan kedalaman. Tabel Jangkauan TVG
Time Varied Gain dirancang untuk beroperasi lebih dari 100 kali kedalaman minimum yang diukur dengan jangkauan standar 2,5 m sampai 250 m dapat pula mencapai jarak 10 m hingga 1000 m. Dari tabel diatas terlihat perubahan yang dilakukan pada TVG akan menyebabkan perubahan sensitivitas receiver. Range TVG dapat diatur dari 0.1 hingga daerah maksimum TVG yang dapat disediakan dengan menggunakan saklar-saklar range yang berfungsi membuat penguatan receiver statis dan untuk pengukuran-pengukuran kalibrasi. Saklar range bisa membantu mengeliminasi sinyal-sinyal yang dikembalikan oleh target diluar daerah / jarak yang merupakan daerah yang akan disampling. Secara umum bandwith yang lebih besar memiliki pulse wieth lebih pendek, daerah frekuensi-frekuensi alat lebar. Kontrol bandwith diatur untuk mengirimkan bandwith relatif pada pengiriman. Apabila diaktifkan Calibrator Level, maka receiver internal calibration menginheksi sinyal yang keluar dari sirkuit Pre-Amplifier. Level sinyal bervariasi dari relatif -40 dB hingga +20 dB. Sinyal pengkalibrasian dapat berupa pulsa atau gelombang sinusoidal. Pembagian antar pulsa dapat diatur dari 0,1 m hingga 99,9 m pada selang 0.1 m. Energi yang digunakan pada echo sounder bervariasi, tergantung jenisnya. Untuk Echo Sounder Biosonic Model 102 keluaran puncak tegangan adalah sebesar +5V. Referensi: Purnama, Budi. 2000. Pengukuran dan Pendugaan Dorsal Aspect Target Strength Beberapa Ikan Pelagis. IPB: Bogor Widodo, Johanes. Prinsip Dasar Hidroakustik Perikanan. Jurnal Oseana Volume XVII Nomor 3 : Hal. 83 – 95

Jumat, 16 Maret 2012

Oryzias Javanicus, Agen Monitoring Pencemaran Lingkungan Laut

Oryzias javanicus (Bleeker, 1854) merupakan ikan jenis actinopterygii yang memiliki panjang tubuh rata-rata 3 cm. Hidup di air tawar dengan rentang pH 7,5 – 8,5. Secara meristik, jumlah bagian sirip dorsal 6-7, sirip anal 20-25, caudal 5-6. Berdisitribusi di Asia, terutama Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Ditemukan di parit, kanal, kolam. Habitatnya pada tanaman air. Makanan ikan jenis ini adalah krustasea kecil, serangga dan protozoa.
Oryzias javanicus memiliki peran yang sangat banyak terhadap lingkungan. Ikan ini memiliki berbagai toleransi salinitas dan dapat hidup di air asin maupun air tawar. Mereka memiliki mekanisme adaptasi yang unik sehingga dapat digunakan sebagai agen pemantauan untuk kontaminan air seperti logam.
Ikan ini juga telah digunakan dalam studi toksikologi untuk berbagai jenis bahan kimia di banyak tingkatan dari respon perilaku proses biokimia dan molekuler. Mereka dapat digunakan untuk menilai ancaman berbagai polutan terhadap ekosistem.
Saat ini sedang diteliti peran Oryzias javanicus dalam pengembangan biosain dan monitoring kualitas lingkungan karena mereka dapat hidup di habitat yang baik dan memenuhi beberapa persyaratan sebagai agen biomonitoring, diantaranya: terdistribusi secara luas, hidup menetap sehingga mudah dilakukan pengambilan sampel, hidup dalam waktu yang lama dan ada setiap periode, toleran dan sensitif kepada tekanan logam berat, memiliki hubungan yang kuat antara pengaruh adanya logam dengan pencemaran lingkungan, serta memiliki kekuatan untuk mengakumulasi pencemaran logam berat terhadap lingkungan. Itulah mengapa Oryzias javanicus sangat penting untuk menilai ancaman polutan terhadap lingkungan perairan.
Hanya saja, penelitian-penelitian yang sudah ada tidak memberikan publikasi mendetail meliputi aspek ekologi, biologi untuk penelitian toxicologi sehingga penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahui distribusi spesies Oryzias javanicus, parameter ekologi dan habitat, variasi genetik, aspek biologi dan fisiologi untuk mengetahui kebiasaan ikan tersebut sebagai agen biomonitoring pencemaran lingkungan laut.

Kamis, 02 Februari 2012

Xylocarpus moluccensis sebagai Senyawa Antimikroba Alami Bagi Perairan

Xylocarpus moluccensis (lamk) Roem yang dikenal dengan sebutan niri/nyiri batu merupakan jenis mangrove dengan tinggi antara 5-20 m dengan akar nafas mengerucut berbentuk cawan. Kulit kayu halus, sementara pada batang utama memiliki guratan-guratan permukaan yang tergores dalam. Daunnya lebih tipis dari X. granatum dengan susunan daun berpasangan (umumnya 2-3 pasang pertangkai), ada pula yang menyendiri. Letak daun majemuk berlawanan dengan bentuk elips hingga bulat telur terbalik dengan ujung meruncing. Bunganya terdiri dari dua jenis kelamin atau berina saja dengan formasi gerombol acak. Buah berwarna hijau bulat seperti jambu bengkok dengan diameter 8-15 cm.
Karena kekuatan kayunya, Xylocarpus moluccensiscarpus moluccensis bisa dipakai untuk kayu bakar, membuat rumah, perahu, kadang-kadang untuk gagang keris, bijinya digunakan sebagai obat sakit perut. Dan tanin kulit kayu digunakan untuk membuat jala serta sebagai obat pencernaan.
Penelitian di Bangladesh sedang mengindikasikan Xylocarpus moluccensis sebagai senyawa antimikroba alami. Dalam batang Xylocarpus moluccensis terdapat kandungan limonoid, ester esensial, terpenoids, dan steroid. Pada percobaan, limonoid dipisahkan dari tiga senyawa lainnya dan senyawa yang terpisahkan itu diekstraksi dan dicampur dengan masing-masing petroleum eter, etil asetat, dan metanol. Ekstrak EtOAc difraksinasi dengan Vacuum Liquid Chromatography (VLC) diatas silica gel. Kemudian senyawa murni diisolasi dan dibersihkan dari fraksi berbeda menggunakan tipe berbeda dari teknik chromatografi.
Penggunaan Xylocarpus moluccensis sebagai antibakteri in vitro dan jamur menggunakan senyawa mentah murni sebaik isolasi senyawa menggunakan difusi piringan. 16 gram bakteri, 5 gram positif (Bacillus subtilis, B. megaterium, B. cereus, Staphylococcus aureus, Sarcina lutea) dan 11 gram bakteri negatif (Shigella sonii, Shigella bodyii, Shigella dysenteriae-type 1, Shigella dysenteriae-type 2, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhii, Salmonella paratyphii A, Salmonella paratyphii B, Vibrio mimicus, dan Vibrio cholerae) serta 8 jamur (Aspergilus niger, Aspergilus fumigatus, Candida albicans, Candida krusei, Candida oryzae, Saccharromyces cerevisiae, Rhizopus oryzae, Trichoderma sp) digunakan untuk diuji ketahanannya. Nutrien berupa media agar digunakan untuk pengembangbiakan bakteri dan media kentang untuk pengembangbiakan jamur.
Aktivitas mikroba menggunakan piringan berisi ampicilin yang kemudian diletakkan pada petri sebagai kontrol positif atau negatif sementara aktivitas cytotoxic menggunakan uji lethal pada udang air asin.
Aktivitas antimikroba dan antibakteri dari petroleum eter, etil asetat, EtOAc, serta ekstrak metanol pada Xylocarpus moluccensiscarpus moluccensis menunjukkan hasil berlawanan dengan 16 bakteri dan 8 jamur. Bakteri gram negatif seperti Shigella sonii, Shigella boydii, Pseudomonas aerugnosa, Salmonella paratyphii B, serta Vibrio cholerae menunjukkan tingkat sensitivitas tinggi terhadap ekstrak etil asetat. B. megaterium sensitif terhadap ekstrak EtOAc sementara bakteri gram positif-negatif lainnya menunjukkan sensitivitas yang ringan. Ekstrak petroleum eter sensitif kuat pada Shigella sonii, Shigella boydii, Pseudomonas aerugnosa, Salmonella paratyphii B, serta Vibrio cholerae dan ringan melawan B. megaterium, B. cereus, Staphylococcus aureus. Sementara ekstrak metanol tidak menunjukkan adanya sensitivitas.
Ekstrak etil asetat menunjukkan wilayah hambatan mencolok melawan jamur yaitu Aspergilus niger dan A. fumigatus. Ekstrak petroleum eter tidak menunjukkan adanya aktivitas anti jamur.
Dari hasil uji lethal dari udang air asin menunjukkan ekstrak EtOAc mentah dan fraksi terpilih memberikan racun pada udang air asin. Tes pada sampel menunjukkan tingkat mortalitas pada konsentrasi yang berbeda atau dengan kata lain tingkat mortalitas meningkat seiring dengan peningkaran konsentrasi masing-masing sampel. Persentase mortalitas naupli udang air asin telah dikalkulasikan untuk setiap konsentrasi dari masing-masing sampel. Konsentrasi sepotong kayu Xylocarpus moluccensis vs persentase mortalitas menunjukkan adanya hubungan linear diantara mereka. Sehingga penelitian ini mengindikasikan batang Xylocarpus moluccensis bisa digunakan sebagai sumber yang baik untuk senyawa antimikroba pada perlakuan penyakit yang berbeda.

Kamis, 19 Januari 2012

Mangrove Adalah Bakau?

Kata-kata ini sering saya dengar jika ada yang menanyakan definisi mangrove. Sebenarnya, bakau merupakan nama sekelompok tumbuhan dari marga Rhizophora, famili Rhizophoraceae. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri yang menyolok berupa akar tunjang yang besar dan berkayu, pucuk yang tertutup daun penumpu yang meruncing, serta buah yang berkecambah serta berakar ketika masih di pohon (vivipar). Bakau berbeda dengan hutan bakau, dimana hutan bakau Steenis (1978) adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut (Definisi ini terlalu luas bagi saya, karena hutan bakau tidak saja dibentuk oleh komunitas rhizopora spp saja, tapi juga marga Sonneratia dan Avicennia).

Bakau memiliki akar tunjang dengan tinggi total 4-30 m. Memiliki daun tunggal berhadapan, bunga berkelompok dalam payung bertangkai di ketiak. Daun mahkota putih berambut atau gundul agak kekuningan. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Buah berbentuk telur memanjang hingga mirip buah pir yang kecil, hijau coklat kotor. Hipokotil tumbuh memanjang, silindris, hijau, kasar, atau agak halus berbintil-bintil.

Tiga jenis bakau yang biasa dijumpai di hutan-hutan bakau di Indonesia diantaranya bakau minyak (Rhizopora apiculata), bakau kurap (Rhizopora mucronata), serta bakau kecil (Rhizopora stylosa).

Nah, Mangrove adalah jenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di pantai atau goba-goba yang menyesuaikan diri pada keadaan asin. Mangrove tumbuh dengan sedimentasi yang diairi air tawar. Air payau tidak esensial, namun jika ada akan lebih baik pertumbuhannya. Habitat ini berhubungan antara kondisi air dan tumbuhan mangrove menggambarkan beberapa zona. Terbentang sepanjang tempat yang berair hingga menuju laut tetapi kadang-kadang tergantung dari gerakan ombak dari anak sungai yang ada di daerah tersebut.

Zonasi mangrove terbagi atas tiga komposisi utama (Tomlinson, 1984) yaitu:
Kelompok mayor
Komponen ini memperlihatkan karakteristik morfologi, seperti : sistem perakaran udara dan mekanisme fisiologis khusus untuk mengeluarkan garam agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan mangrove. Komponennya adalah pemisahan taksonomi dari hubungan daratan dan hanya terjadi dihutan mangrove serta membentuk tegakan murni, tetapi tidak pernah meluas sampai kedalam komunitas daratan. Contohnya adalah Rhizopora (yang kita kenal dengan sebutan bakau), Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa
Kelompok minor (tumbuhan pantai)
Dalam kelompok ini tidak termasuk elemen yang mencolok dari tumbuh – tumbuhan yang mungkin terdapat disekitar habitatnya dan yang jarang berbentuk tegakan murni.
Kelompok asosiasi mangrove
Dalam komponen ini jarang ditemukan species yang tumbuh didalam komunitas mangrove yang sebenarnya dan kebanyakan sering ditemukan dalam tumbuh – tumbuhan darat. Contohnya Kandelia kandel dan Terminalia catappa.