Bagian terkecil dari tubuh makhluk hidup dinamakan sel. Pada suatu jenis makhluk, sel-sel tidak selalu sama bentuknya, misalkan sel hewan berbeda dengan sel tumbuhan, atau sel darah berbeda dengan sel otot.
Gambar 1. Struktur sel tumbuhan (kiri) dan sel hewan (kanan)
(Sumber: www.biologi-sel.com, 2004)
Rekayasa kromosom merupakan salah satu penerapan teknologi genetika dalam bidang akuakultur. Secara umum, struktur sel
hewan dan sel tumbuhan terdiri atas dua bagian pokok, yaitu membran sel (dinding sel) dan protoplasma (isi sel) yang tersusun
atas sitoplasma dan organel-organel yang jumlahnya cukup banyak. Namun jika
diperinci lagi, perbedaan sel tumbuhan dan sel hewan berdasarkan
komponen-komponen yang membangun akan lebih terlihat jelas; berikut Tabel 1
yang menunjukkan perbedaan antara sel tumbuhan dan sel hewan.
Sel
Tumbuhan |
Sel
Hewan |
Memiliki
dinding sel dan membran sel |
Hanya
memiliki membran sel |
Memiliki
plastisida |
Tidak
memiliki plastisida |
Bentuk
tetap, karena dinding sel bersifat kaku |
Bentuk
tidak tetap karena membran sel elastis |
Tidak
memiliki sentrosom |
Memiliki
sentrosom |
Jumlah
mitokondria relatif sedikit karena fungsinya dibantu plastisida |
Jumlah
mitokondria lebih banyak |
Vakuola
sedikit tetapi berukuran besar |
Vakuola
berjumlah banyak dan berukuran kecil |
Didalam inti sel (nukleus) terdapat kromosom, yaitu benda-benda halus
berbentuk panjang atau pendek dengan bahan penyusun berupa kromatin (benang-benang halus berwarna). Kromosom adalah pembawa
bahan keturunan, yang menunjukkan sifat-sifat genetik dari suatu makhluk hidup.
Kromosom mengandung puluhan sampai ratusan ribu gen. Gen adalah unit bahan genetik, yaitu faktor penentu penurunan
sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Gen terkandung didalam DNA. Penurunan sifat yang diwariskan
dari suatu induk kepada keturunannya menjelaskan kedekatan genetik (adanya
bagian DNA yang sama).
Gambar 2. Gen, DNA, dan kromosom dalam inti sel (nukleus)
(Sumber: www.socratic.org, 2011)
Jumlah kromosom yang
dimiliki tiap spesies tertentu adalah tetap. Sebagai contoh, cacing Ascaris megalocephalus univalens merupakan
makhluk yang mempunyai kromosom paling sedikit, yaitu hanya 2 kromosom dalam
sel tubuh. Sedangkan ikan mas (Cyprinus
carpio) memiliki 26 kromosom sel tubuh (Suryo, 1989 dalam Laimeheriwa, 2017).
Proses pembelahan sel
secara meiosis menghasilkan sel-sel
induk diploid (2N) dan sel yang
bersifat haploid (N). Sel yang
bersifat haploid inilah yang selanjutnya akan mewarisi karakter keturunannya
saat disilangkan dengan sel haploid dari induk lain, sehingga kembali
menghasilkan 2N. Artinya, kromosom ikan normal diploid (2N) merupakan hasil
kontribusi dari 1N set kromosom betina dan 1N jantan.
Gambar 3. Meiosis Pada Ikan
(Sumber: www.socratic.org w/ modification, 2009)
Proses inilah yang dapat direkayasa
untuk mendapatkan perbaikan mutu genetik dengan cara mengubah set kromosom. Individu
normal 2N dapat dibuat dengan sumber dari betina (ginogenesis) atau jantan saja
(androgenesis), serta jumlah kromosom dapat ditingkatkan menjadi poliploidi (3N
atau 4N). Di Indonesia, penerapan teknologi rekayasa kromosom telah dimulai sejak
tahun 1985 (Gustiano & Sumantadinata, 1987) dengan beberapa hasil-hasil
yang telah diperoleh sebagai berikut.
1.1 Ginogenesis dan Androgenesis
Sebagaimana yang telah
diketahui, seleksi telah dilakukan di Indonesia sebelum tahun 1985 untuk
melakukan pemurnian pada sifat-sifat kualitatif dengan cara menyeleksi
berdasarkan penampakan luar. Teknologi rekayasa kromosom bermanfaat untuk
mempercepat pencapaian pemurnian hasil seleksi. Ikan ginogenesis didapatkan dari telur yang telah dibuahi oleh sperma
yang telah dirusakkan intinya dengan radiasi ultra violet kemudian diberikan
kejutan termal (panas atau dingin) pada tahap perkembangan embrio tertentu.
Sedangkan androgenesis adalah
kebalikannya, dimana sifat yang diturunkan hanya berasal dari induk jantan.
Kedua teknik rekayasa kromosom tersebut sudah diterapkan pada banyak jenis ikan
air tawar, akan tetapi yang banyak dilakukan di Indonesia adalah ginogenesis
saja.
Jika dalam proses seleksi dan hibridisasi
menggunakan perkawinan sekerabat
(inbreeding) dapat memicu munculnya
gen yang tidak diinginkan, metode ginogenesis dapat dilakukan untuk
mengeliminasi problem tersebut untuk mendapatkan strain dengan tingkat
kemurnian tinggi sehingga dapat digunakan kembali pada kegiatan hibridisasi.
Keberhasilan ginogenesis contohnya ada pada berbagai sumber sperma pada telur
ikan mas (Gustiano et al., 1990;
Sumantadinata et al., 1990).
Hasil evaluasi terhadap benih-benih
ginogenetik menunjukkan bahwa generasi kedua ginogenesisn menunjukkan penurunan
keragaman karakter-karakter yang terukur, sehingga terjadi peningkatan
homozigositas (lebih dominan, sehingga kemungkinan diturunkannya gen tersebut
lebih tinggi). Ikan ginogenesis sangat penting terutama bagi ikan-ikan yang
betinanya memiliki pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan ikan jantan,
seperti pada famili Cyprinidae. Selain itu, ikan ginogenesis memiliki peran
sangat penting dalam usaha perbaikan mutu genetik yaitu mampu memproduksi
keturunan 100% homozigot atau klon.
1.2 Poliploidi
Secara teori, ikan poliploidi (3N, 4N, dan ploid yang
lebih tinggi) akan tumbuh lebih cepat
daripada ikan normal diploid. Individu triploid
memiliki sifat steril (mandul) dan
individu tetraploid bersifat fertil (dapat memijah). Tujuan
manipulasi poliploidi adalah pemuliaan. Individu poliploidi (3N, 4N dan ploid
yang lebih tinggi) berbeda dengan diploid (2N) dan haploid (N). Sebagai contoh,
sel darah merah triploid dan tetraploid lebih besar dibandingkan sel darah
diploid dan haploid. Ikan poliploid dapat tumbuh lebih pesat dan mudah
beradaptasi dengan lingkungan, serta dapat berperan mengontrol pertumbuhan
organisme lain di lingkungan habitat yang sama (Kadi, 2007).
Gambar 4. Hasil perlakuan poliploida ikan mas. (a) Rata-rata laju penetasan ikan mas (diploid, triploid dan tetraploid); (b) Rata-rata kelangsungan hidup ikan mas (diploid, triploid dan tetraploid); (c) Kecepatan pertumbuhan relatif ikan mas (diploid, triploid dan tetraploid).
(Sumber: Mukti et al, 2001, dalam Kadi,
2007)
Ikan triploid (3N) diproduksi dengan memberikan kejutan panas atau dingin terhadap telur yang dibuahi oleh sperma ikan jantan normal pada tahapan meiosis sehingga ikan tersebut memiliki 2N kromosom dari betina dan 1N kromosom dari jantan. Sedangkan ikan tetraploid (4N) dapat diproduksi dengan cara yang sama namun pemberian kejutan dilakukan pada saat terjadi pembelahan sel pertama. Individu tetraploid akan dihasilkan dari 2N kromosom betina dan 2N kromosom jantan.
Referensi:
- Sumantadinata, K., Taniguchi, N., & Sugama, K. 1990. The
necessary conditions and the uses of ultra violet irradiated sperm from
different species to induce Indonesian common carp. In the second Asian
Fisheries Forum (Editors: K. Hirano and I. Hanyu). Asian Fisheries Society,
Manila, Philippines. pp 539—547.
- Laimeheriwa,
B. M. Genetika dan Pemuliaan Ikan. Agrilan. Ambon
- Gustiano, R. & Sumantadinata, K. 1987. Ginogenesis pada ikan
mas dengan radiasi ultra violet dan kejutan dingin. Bulletin Penelitian
Perikanan Darat. 6: 42—46
- Gustiano, R, Hardjamulia, A., & Dharma, L. 1990. Penggunaan
sperma ikan tawes dan nilem terhadap keberhasilan ginogenesis ikan mas. Bulletin
Penelitian Perikanan Darat. 9: 68—71
- Kadi,
A. 2007. Manipulasi Poliploidi untuk Memperoleh Jenis Baru yang Unggul. Oseana. XXXII (4): 1-11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar