Xylocarpus
granatum, biasa dikenal dengan sebutan nyiri merupakan sejenis pohon yang berukuran sedang, selalu hijau atau
luruh, tinggi mencapai 22 m, dan bergaris tengah hingga 1 m. Terkadang dijumpai
pohon berakar banir; sering dijumpai sistem akar berupa akar napas atau
permukaan akar seperti pita; kulit batang bercelah atau bersisik. Tanaman ini
berdaun majemuk menyirip genap, duduk ibu tangkai berseling (alternate),
terdapat (1-)2-3 pasang anak daun; anak-anak daun memiliki bentuk jorong atau
bulat telur (sungsang), panjang 4-17 cm dan lebar 2-9 cm. Buah kapsul,
halus berkayu, bergaris tengah hingga 25 cm, mengandung 6 - 18 biji. Biji
berbentuk persegi empat, panjang hingga 6 cm, berwarna coklat.
Xylocarpus
granatum tumbuh di sepanjang pinggiran sungai pasang surut, pinggir daratan
dari mangrove, dan lingkungan payau lainnya yang tidak terlalu asin. Seringkali
tumbuh mengelompok dalam jumlah besar. Di Indonesia tersebar di Jawa, Madura,
Bali, Kepulauan Karimu Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Sumba,
serta Irian Jaya. Tanaman ini biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan perahu
karena ukurannya kecil, kulit kayu dikumpulkan karena kandungan taninnya yang
tinggi. Tanin ini biasa digunakan sebagai pengawet jaring, lem, bahan pewarna
kain, dan lain-lain.
Ternyata jenis mangrove ini juga memiliki kegunaan lain. Sebuah
penelitian yang dilakukan Linawati Hardjito, peneliti dari IPB, telah
membuktikan manfaat biji mangrove untuk melindungi kulit manusia dari sengatan
sinar matahari.
Sebetulnya pemanfaatan biji mangrove untuk tabir surya sudah dilakukan bertahun-tahun masyarakat di Bugis. Tidak hanya pada masyarakat Bugis, Sulawesi Selatan, saja yang memanfaatkan biji mangrove untuk melindungi kulit dari sengatan matahari. Pada masyarakat Ternate, biji mangrove dijadikan ekstrak untuk mencegah kanker rahim.
Biji mangrove yang terdapat di dalam buah mangrove mengandung antioksidan dan bahan aktif untuk melindungi kulit dari sengatan sinar ultraviolet. Kandungan flavonoid dan tanin mampu mencegah terjadinya kanker kulit akibat sering terpapar sinar matahari.
Sebetulnya pemanfaatan biji mangrove untuk tabir surya sudah dilakukan bertahun-tahun masyarakat di Bugis. Tidak hanya pada masyarakat Bugis, Sulawesi Selatan, saja yang memanfaatkan biji mangrove untuk melindungi kulit dari sengatan matahari. Pada masyarakat Ternate, biji mangrove dijadikan ekstrak untuk mencegah kanker rahim.
Biji mangrove yang terdapat di dalam buah mangrove mengandung antioksidan dan bahan aktif untuk melindungi kulit dari sengatan sinar ultraviolet. Kandungan flavonoid dan tanin mampu mencegah terjadinya kanker kulit akibat sering terpapar sinar matahari.
Biji mangrove diolah menjadi ekstrak dan diberi zat tambahan lainnya
untuk dijadikan krim tabir surya. Ekstrak biji mangrove mengandung sun
protector filter (SPF) 22. Sementara itu, standar nasional Indonesia (SNI)
untuk tabir surya SPF-nya minimal 15. Maka tabir surya dari mangrove itu lebih
dari cukup untuk melindungi kulit dari sengatan matahari. Krim tabir surya
itu warnanya mirip dengan warna kulit dan tidak memakai bahan pengawet.
Sedangkan baunya, mirip bau mangrove.
Ekstrak biji ternyata juga mengandung bahan polar dan nonpolar, sehingga dapat digunakan sehari-hari maupun saat berenang.
Ekstrak biji ternyata juga mengandung bahan polar dan nonpolar, sehingga dapat digunakan sehari-hari maupun saat berenang.
Referensi:
http://www.mangrovesforthefuture.org/assets/Repository/Documents/KeSEMaT-Buku-Beragam-Produk-Olahan-Berbahan-Dasar-Mangrove2.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar