Sabtu, 05 Februari 2022

Adakah terumbu karang hidup di KEE Mangrove Ujungpangkah Gresik??? Studi kasus menggunakan pendekatan inderaja

Suatu ketika saya terlibat dalam kegiatan yang memerlukan analisis lokasi secara menyeluruh di area yang saat ini ditetapkan sebagai Kawasan Ekosistem Essensial (KEE), tepatnya di Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik Jawa Timur. Area yang dilindungi mencakup tiga desa di kecamatan tersebut, meliputi Desa Banyuurip, Desa Pangkahwetan, serta Desa Pangkahkulon. Berbagai flora dan fauna yang spesifik menghuni area tersebut. Adanya burung-burung migrasi, mangrove, kepiting, kerang-kerangan, blodok, dsb; dimana area tersebut berdampingan erat dengan area kerja mayoritas penduduk disana, yaitu pembudidaya dan penangkapan produk perikanan.

Dikarenakan perlunya mengambil kesimpulan secara menyeluruh terhadap kondisi perairan disana, maka dicobalah untuk menganalisis melalui pendekatan penginderaan jauh. Citra satelit yang digunakan adalah Landsat dan MODIS. Peta yang kami gunakan adalah peta KEE MUP Gresik (Data tidak dilampirkan).

Beberapa hasil analisis (Kandungan klorofil-A dan suhu permukaan laut/SPL) dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini.





Kadar klorofil-A pada Bulan Januari-Maret 2021 berkisar antara 4-9 mg/L dengan suhu permukaan laut 30-36C. Kondisi ini mengikuti arah pergerakan angin pasat barat yang bergerak dari arah barat ke timur perairan Laut Jawa. Hasil analisis kualitas perairan secara keseluruhan tidak saya bahas disini.

Satu hal yang menarik adalah saat saya mencoba mengamati keberadaan terumbu karang di KEE MUP menggunakan data landsat Oktober 2020. Data menunjukkan terumbu karang tersebar merata di area Pangkah, padahal area tersebut memiliki tingkat sedimentasi yang cukup tinggi dari muara, yang secara umum tidak cocok untuk menjadi habitat terumbu karang. Selain itu, beberapa jenis ikan yang ditemukan bukan merupakan ikan-ikan spesifik penghuni terumbu karang.


Menurut data citra satelit, terumbu karang ini tersebar di area KEE barat dan timur. Akan tetapi, di lapangan, belum ada penelitian yang menunjukkan keberadaan terumbu karang di titik tersebut. Sudah dilakukan pula wawancara dengan penduduk sekitar meskipun dinyatakan di titik-titik tersebut diduga tidak ada terumbu karang. Saya juga sudah bertanya kepada beberapa peneliti dan pemerhati di bidang biologi laut & inderaja serta mendapatkan jawaban serupa, "Memangnya ada terumbu karang di Kec. Ujungpangkah Gresik?" 
Pendekatan ini saya coba ulangi dengan menggunakan variasi beberapa komposisi band dan hasil masih menunjukkan keberadaan terumbu karang di titik-titik tersebut. Memang, salah satu kelemahan dari citra ini adalah tidak dapat membedakan terumbu karang yang mati dan hidup. Dan hingga saat ditulisnya artikel ini, saya belum mengetahui adanya citra satelit yang bisa menandai dan membedakan lokasi terumbu karang mati dan hidup tanpa adanya ground checking ke lapangan. Meskipun, jika kita hubungkan dengan data klorofil-A dan SPL pada titik lokasi, seharusnya tidak cocok untuk habitat terumbu karang.




Hal yang menarik lagi adalah setelah ditelusuri menggunakan jalur darat, di salah satu area KEE terdapat hamparan terumbu karang yang kondisinya sudah mati. Namun, area tersebut justru tidak ditandai sebagai terumbu karang dalam citra satelit.


Agaknya, diduga ini adalah sedikit kekurangan dari citra satelit landsat ETM yang memberikan hasil bias antara terumbu karang dengan substrat keras non karang (Hickey dkk, 2020) sehingga perlu dilakukan reduksi data spasial di dalam pengolahan data citra (Gapper, 2019). Tetapi, overall memang inderaja hanyalah sebuah tools, bukan untuk menunjukkan hasil yang konkrit. Perlu dilakukan pengecekan secara in situ sebelum dipastikan data tersebut valid. Itulah pentingnya pengecekan secara langsung dan pendekatan inderaja dipadukan secara bersama untuk meneliti berbagai fenomena didalam pengembangan ilmu pengetahuan bidang perikanan-kelautan. Kesimpulan lainnya, bisa pula metode ini tetap dilakukan namun menggunakan citra satelit lain yang memiliki ukuran piksel lebih tinggi dengan area luasan yang lebih spesifik untuk mengetahui kebenaran adanya terumbu karang di lokasi tersebut serta menggunakan data-data lain seperti kisaran kualitas air yang cocok untuk pertumbuhan terumbu karang atau data sekunder ikan-ikan yang ditemukan di area tersebut untuk memastikan keberadaan terumbu karang hasil citra satelit.


*Sengaja data inderaja terumbu karang, SPL, dan klorofil saya munculkan karena memang hanya sekadar asumsi dan opini, dikarenakan ketertarikan saya dalam mempelajari biologi kelautan dengan keterbatasan waktu dan tenaga untuk membuktikan fenomena ini. Saya merasa sayang sekali jika data-data yang sudah dibuat dan dianalisis ini dihapus dan dibuang begitu saja.

Referensi:
Hickey SM., dkk. 2020. Between a Reef and a hard Place: Capacity to Map the Next Coral Reef Catastrophe. Front. Mar. Sci. https://doi.org/10.3389/fmars.2020.544290
Gapper JJ. 2019. Bias Reduction in Machine Learning Classifiers for Spatiotemporal Analysis of Coral Reefs using Remote Sensing Images. Chapman University. https://digitalcommons.chapman.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1001&context=cads_dissertations

Tidak ada komentar:

Posting Komentar