Sabtu, 05 Februari 2022

Rekayasa Kromosom

Bagian terkecil dari tubuh makhluk hidup dinamakan sel. Pada suatu jenis makhluk, sel-sel tidak selalu sama bentuknya, misalkan sel hewan berbeda dengan sel tumbuhan, atau sel darah berbeda dengan sel otot.


Gambar 1. Struktur sel tumbuhan (kiri) dan sel hewan (kanan)

(Sumber: www.biologi-sel.com, 2004)


Rekayasa kromosom merupakan salah satu penerapan teknologi genetika dalam bidang akuakultur. Secara umum, struktur sel hewan dan sel tumbuhan terdiri atas dua bagian pokok, yaitu membran sel (dinding sel) dan protoplasma (isi sel) yang tersusun atas sitoplasma dan organel-organel yang jumlahnya cukup banyak. Namun jika diperinci lagi, perbedaan sel tumbuhan dan sel hewan berdasarkan komponen-komponen yang membangun akan lebih terlihat jelas; berikut Tabel 1 yang menunjukkan perbedaan antara sel tumbuhan dan sel hewan.

Sel Tumbuhan

Sel Hewan

Memiliki dinding sel dan membran sel

Hanya memiliki membran sel

Memiliki plastisida

Tidak memiliki plastisida

Bentuk tetap, karena dinding sel bersifat kaku

Bentuk tidak tetap karena membran sel elastis

Tidak memiliki sentrosom

Memiliki sentrosom

Jumlah mitokondria relatif sedikit karena fungsinya dibantu plastisida

Jumlah mitokondria lebih banyak

Vakuola sedikit tetapi berukuran besar

Vakuola berjumlah banyak dan berukuran kecil

 

Didalam inti sel (nukleus) terdapat kromosom, yaitu benda-benda halus berbentuk panjang atau pendek dengan bahan penyusun berupa kromatin (benang-benang halus berwarna). Kromosom adalah pembawa bahan keturunan, yang menunjukkan sifat-sifat genetik dari suatu makhluk hidup. Kromosom mengandung puluhan sampai ratusan ribu gen. Gen adalah unit bahan genetik, yaitu faktor penentu penurunan sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Gen terkandung didalam DNA. Penurunan sifat yang diwariskan dari suatu induk kepada keturunannya menjelaskan kedekatan genetik (adanya bagian DNA yang sama).

Gambar 2. Gen, DNA, dan kromosom dalam inti sel (nukleus)

(Sumber: www.socratic.org, 2011)

Jumlah kromosom yang dimiliki tiap spesies tertentu adalah tetap. Sebagai contoh, cacing Ascaris megalocephalus univalens merupakan makhluk yang mempunyai kromosom paling sedikit, yaitu hanya 2 kromosom dalam sel tubuh. Sedangkan ikan mas (Cyprinus carpio) memiliki 26 kromosom sel tubuh (Suryo, 1989 dalam Laimeheriwa, 2017).

Proses pembelahan sel secara meiosis menghasilkan sel-sel induk diploid (2N) dan sel yang bersifat haploid (N). Sel yang bersifat haploid inilah yang selanjutnya akan mewarisi karakter keturunannya saat disilangkan dengan sel haploid dari induk lain, sehingga kembali menghasilkan 2N. Artinya, kromosom ikan normal diploid (2N) merupakan hasil kontribusi dari 1N set kromosom betina dan 1N jantan.

Gambar 3. Meiosis Pada Ikan

(Sumber: www.socratic.org w/ modification, 2009)

Proses inilah yang dapat direkayasa untuk mendapatkan perbaikan mutu genetik dengan cara mengubah set kromosom. Individu normal 2N dapat dibuat dengan sumber dari betina (ginogenesis) atau jantan saja (androgenesis), serta jumlah kromosom dapat ditingkatkan menjadi poliploidi (3N atau 4N). Di Indonesia, penerapan teknologi rekayasa kromosom telah dimulai sejak tahun 1985 (Gustiano & Sumantadinata, 1987) dengan beberapa hasil-hasil yang telah diperoleh sebagai berikut.

 

1.1 Ginogenesis dan Androgenesis

Sebagaimana yang telah diketahui, seleksi telah dilakukan di Indonesia sebelum tahun 1985 untuk melakukan pemurnian pada sifat-sifat kualitatif dengan cara menyeleksi berdasarkan penampakan luar. Teknologi rekayasa kromosom bermanfaat untuk mempercepat pencapaian pemurnian hasil seleksi. Ikan ginogenesis didapatkan dari telur yang telah dibuahi oleh sperma yang telah dirusakkan intinya dengan radiasi ultra violet kemudian diberikan kejutan termal (panas atau dingin) pada tahap perkembangan embrio tertentu. Sedangkan androgenesis adalah kebalikannya, dimana sifat yang diturunkan hanya berasal dari induk jantan. Kedua teknik rekayasa kromosom tersebut sudah diterapkan pada banyak jenis ikan air tawar, akan tetapi yang banyak dilakukan di Indonesia adalah ginogenesis saja.

Jika dalam proses seleksi dan hibridisasi menggunakan perkawinan sekerabat (inbreeding) dapat memicu munculnya gen yang tidak diinginkan, metode ginogenesis dapat dilakukan untuk mengeliminasi problem tersebut untuk mendapatkan strain dengan tingkat kemurnian tinggi sehingga dapat digunakan kembali pada kegiatan hibridisasi. Keberhasilan ginogenesis contohnya ada pada berbagai sumber sperma pada telur ikan mas (Gustiano et al., 1990; Sumantadinata et al., 1990).

Hasil evaluasi terhadap benih-benih ginogenetik menunjukkan bahwa generasi kedua ginogenesisn menunjukkan penurunan keragaman karakter-karakter yang terukur, sehingga terjadi peningkatan homozigositas (lebih dominan, sehingga kemungkinan diturunkannya gen tersebut lebih tinggi). Ikan ginogenesis sangat penting terutama bagi ikan-ikan yang betinanya memiliki pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan ikan jantan, seperti pada famili Cyprinidae. Selain itu, ikan ginogenesis memiliki peran sangat penting dalam usaha perbaikan mutu genetik yaitu mampu memproduksi keturunan 100% homozigot atau klon.

 

1.2 Poliploidi

Secara teori, ikan poliploidi (3N, 4N, dan ploid yang lebih tinggi) akan tumbuh lebih cepat daripada ikan normal diploid. Individu triploid memiliki sifat steril (mandul) dan individu tetraploid bersifat fertil (dapat memijah). Tujuan manipulasi poliploidi adalah pemuliaan. Individu poliploidi (3N, 4N dan ploid yang lebih tinggi) berbeda dengan diploid (2N) dan haploid (N). Sebagai contoh, sel darah merah triploid dan tetraploid lebih besar dibandingkan sel darah diploid dan haploid. Ikan poliploid dapat tumbuh lebih pesat dan mudah beradaptasi dengan lingkungan, serta dapat berperan mengontrol pertumbuhan organisme lain di lingkungan habitat yang sama (Kadi, 2007).

Gambar 4. Hasil perlakuan poliploida ikan mas. (a) Rata-rata laju penetasan ikan mas (diploid, triploid dan tetraploid); (b) Rata-rata kelangsungan hidup ikan mas (diploid, triploid dan tetraploid); (c) Kecepatan pertumbuhan relatif ikan mas (diploid, triploid dan tetraploid).

(Sumber: Mukti et al, 2001, dalam Kadi, 2007)

 

Ikan triploid (3N) diproduksi dengan memberikan kejutan panas atau dingin terhadap telur yang dibuahi oleh sperma ikan jantan normal pada tahapan meiosis sehingga ikan tersebut memiliki 2N kromosom dari betina dan 1N kromosom dari jantan. Sedangkan ikan tetraploid (4N) dapat diproduksi dengan cara yang sama namun pemberian kejutan dilakukan pada saat terjadi pembelahan sel pertama. Individu tetraploid akan dihasilkan dari 2N kromosom betina dan 2N kromosom jantan.


Referensi:

  • Sumantadinata, K., Taniguchi, N., & Sugama, K. 1990. The necessary conditions and the uses of ultra violet irradiated sperm from different species to induce Indonesian common carp. In the second Asian Fisheries Forum (Editors: K. Hirano and I. Hanyu). Asian Fisheries Society, Manila, Philippines. pp 539—547.
  • Laimeheriwa, B. M. Genetika dan Pemuliaan Ikan. Agrilan. Ambon
  • Gustiano, R. & Sumantadinata, K. 1987. Ginogenesis pada ikan mas dengan radiasi ultra violet dan kejutan dingin. Bulletin Penelitian Perikanan Darat. 6: 42—46
  • Gustiano, R, Hardjamulia, A., & Dharma, L. 1990. Penggunaan sperma ikan tawes dan nilem terhadap keberhasilan ginogenesis ikan mas. Bulletin Penelitian Perikanan Darat. 9: 68—71
  • Kadi, A. 2007. Manipulasi Poliploidi untuk Memperoleh Jenis Baru yang Unggul. Oseana. XXXII (4): 1-11.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar